REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengendalian konsumsi rokok yang dilakukan beberapa pihak, acap kali dituding tidak nasionalis. Gerakan yang dilakukan oleh masyarakat sipil, aliansi-aliansi, bahkan negara diduga ditunggangi kepentingan pihak asing.
Selain itu, ada beberapa anggapan bahwa pengendalian rokok akan mematikan industri rokok nasional (kretek). Petani tembakau akan kehilangan mata pencaharian, karena perusahaan rokok tidak akan membeli tembakau pada mereka.
Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), memandang hal ini bisa merusak generasi muda. Upaya pengendalian rokok dilakukan untuk membebaskan masyarakat dan negara dari berbagai penyakit mematikan akibat rokok. Hal ini justru merupakan bentuk konkret nasionalisme sejati dalam konteks kekinian.
Ketua Komnas PT, Priyo Sidik Pratomo menjelaskan, rokok adalah perusak generasi muda. " Kini Industri rokok menjadikan generasi muda sebagai sasaran utama dalam bisnis mereka. Pemuda dijejali dengan pesan tidak benar mengenai segala "kebaikan" rokok," jelas Priyo, kemarin.
Tulus Abadi, Ketua Panitia yang juga Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memaparkan, usaha yang tepat, segera, dan efektif harus segera dilakukan untuk menekan tingkat konsumsi rokok di Indonesia. " Tingkat konsumsi rokok di Indonesia sudah semakin tak terkendali. Tidak kurang 85 juta masyarakat Indonesia adalah perokok aktif, 94 juta perokok pasif. Negara kita menduduki rangking ketiga besar di dunia (setelah Cina dan India)," Jelas Tulus.
Tulus menambahkan, selama ini pemuda terkamuflase oleh kebohongan-kebohongan yang diciptakan industri rokok. " Produsen rokok dibuat seolah-seolah menjadi lambang pergaulan, penunjang penampilan, kesuksesan, inspirasi dan segala hal citra diri positif. Inilah mengapa jumlah perokok muda terus meningkat dari tahun ke tahun," katanya.