REPUBLIKA.CO.ID, Dalam tulisannya yang berjudul "Etos Pembaharuan Kyai Ahmad Dahlan", guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Abdul Munir Mulkan mengungkapkan, saat ini Muhammadiyah hanya sekadar meniru Kiai Ahmad Dahlan, tanpa tahu gagasan dan etos gerakannya.
Kebesaran Muhammadiyah sebagai organisasi kini mengarah pada rutinitas semata, serta tidak dapat dilepaskkan dari pengulangan-pengulangan gagasan sebelumnya.
Jika mengacu pada gagasan KH AR Fachrudin dengan istilah ‘Islam yang menghidupkan’ seharusnya Muhammadiyah mampu berkontribusi di negeri ini.
Namun, yang berlangsung saat ini adalah pemikiran Muhammadiyah terkesan tidak membumi lagi. Gerakan amaliyah yang digalakkan Kiai Dahlan kini tampak eksklusif, hanya dirasakan langsung oleh kader-kader Muhammadiyah.
Mengenai hal ini, Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan saat ini gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaruan telah mengalami kemunduran. Sebab, banyak kecenderungan pergerakan yang berjalan di tempat.
Padahal, ungkapnya, sebagai suatu gerakan organisasi kemasyarakatan, Muhammadiyah seharusnya memberikan pemikiran ke depan.
Kemunduran yang berlangsung di tubuh Muhammadiyah saat ini, dinilai Haedar, juga tidak terlepas dari kurangnya para kader dan generasi penerus Muhammadiyah dalam meneladani generasi pendahulunya. “Usulan Buya Hamka tentang majelis tarjih dan kebebasan berpikir perlu dipertimbangkan lagi,” ujarnya.