REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan mengenai pihak yang berhak menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri semakin pelik. Hal ini terlihat dari langkah yang dilakukan Polri meminta saran dan masukan dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin).
"Kapolri meminta kepada kami untuk memberikan masukan dan nasihat hukum mengenai kemelut yang terjadi antara KPK dan Polri," ujar Ketua Umum Peradi dan Ikadin, Otto Hasibuan, saat ditemui di Divisi Humas Mabes Polri, Selasa (14/8).
Ia menambahkan mereka diberi kuasa bukan untuk menangani perkara ini, tapi hanya untuk memberikan pandangan bagaimana caranya mencari jalan keluar menyelesaikan persoalan. Pihaknya, lanjut Otto, khawatir sengketa kewenangan antara Polri dan KPK untuk menyelesaikan kasus simulator menemui jalan buntu.
Ia menegaskan posisi Peradi dan Ikadin mendukung baik KPK maupun Polri. Pihaknya akan melakukan mediasi dan dalam waktu dekat akan mengirim surat ke KPK. Otto optimis konflik antara dua institusi penegak hukum tersebut mampu diselesaikan. Ia juga mengaku telah menemui Wakil Kabareskrim Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman Nasution, untuk menyampaikan pendapat hukumnya.
Di lain pihak, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Anang Iskandar hanya mengomentari singkat soal bantuan mediasi dari Peradi dan Ikadin. Ia tidak membantah bahwa mediasi antara KPK dan Polri memang diperlukan.