Selasa 14 Aug 2012 23:23 WIB

Masjid Agung Djenne, Masjid Lumpur Kebanggaan Muslim Mali (5-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
 Masjid Agung Djenne di Mali, Afrika Barat.
Foto: sacredsites.com
Masjid Agung Djenne di Mali, Afrika Barat.

Tradisi hampir punah

Hanya saja festival tahunan itu terancam punah. Para ahli bangunan kini sulit mencari dukungan anak-anak muda dalam festival memoles ulang.

Banyak pemuda memilih mencari uang sebagai pemandu turis meninggalkan Djenne menuju Kota Bamako yang lebih menjajikan.

Pada 1988, kota tua Djenne dan masjid agungnya diresmikan menjadi situs bersejarah oleh UNESCO

Umat Muslim dan turis dari seluruh dunia datang mengagumi struktur bangunan masjid. Selain sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, ada pula yang hanya sekadar menyaksikan kekagumannya dan mempelajari teknik pembuatannya.

Ada yang berdoa, belajar, dan juga berguru. Masyarakat kurang mampu dari sekitar Kota Djenne pun mengirim anak-anak mereka setiap bulan atau setiap tahun, untuk belajar menulis dan membaca di sana.

Kini bangunan tersebut masih menjulang dan menampung para jamaah Muslim Kota Djenne saat waktu shalat tiba. Fasad atau tampang bangunan, menara, serta simbol telur burung unta itu sebenarnya adalah elemen sama yang bisa ditemukan di bentuk rumah-rumah penduduk Djenne.

Desain yang membuat masjid agung terlihat rendah hati dan menyatu dengan lingkungan lokal. Jauh sebelum gagasan arsitektur ramah lingkungan yang tanggap iklim setempat, menjadi salah satu isu, terutama terkait pemanasan global, Masjid Agung Djenne telah menerapkannya dengan bersahaja.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement