REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi mengingatkan bahwa pengelolaan zakat harus benar-benar berjalan dengan baik dan penuh amanah.
"Para mustahikin (penerima zakat) adalah mereka yang berhak, tidak boleh orang yang tidak berhak menerima zakat yang dihimpun oleh Baznas provinsi dan seluruh kabupaten/kota atau Lembaga Amil Zakat yang berkembang di masyarakat," katanya di Mataram, Rabu.
Karena itu, kata Zainul, Baznas NTB harus bekerja profesional dan mengacu pada basis data yang betul-betul dapat dipertanggungjawabkan, tidak didasarkan pada dugaan subjektif.
Ia mengharapkan tidak didasarkan hanya pada perkiraan, tetapi harus ada parameter.
"Dalam hal ini bisa berkonsultasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) NTB untuk melihat di mana kantong-kantong kemiskinan di daerah ini dan kelompok-kelompok marjinal yang kehidupannya relatif susah," ujarnya.
Menurut dia, hal itulah yang harus lebih banyak diintervensi. "Saya kira dalam penyaluran zakat itu tidak perlu ada perimbangan, karena Baznas bukan lembaga pemerintah yang berkewajiban menyamakan pembagian zakat tersebut," kata Zainul.
Namun, katanya, terkait dengan penyaluran zakat itu harus dipetakan dulu mustahikin itu di mana. Kalau memang di suatu tempat ada mustahikin yang jumlahnya lima kali lipat dibandingkan tempat lain, maka yang harus disalurkan lima kali lipat.
"Karena yang menjadi sasaran adalah mustahikin, yakni fukara dan masakin atau fakir dan miskin," katanya.
Seiring dengan bertambahnya jumlah dana yang dihimpun oleh Baznas NTB hendaknya dikoordinasikan dengan Baznas di kabupaten/kota dan LAZ di seluruh provinsi ini. Harus ada hal-hal yang harus dipatuhi terkait pemberian zakat, infak dan sedekah," katanya.
Menurut Zainul, dalam masalah zakat itu tidak boleh ada nuansa politis atau kepentingan kelompok tertentu. Kalau lembaga itu tumbuh dari rahim suatu organisasi, tidak boleh hanya anggota organisasinya saja yang diberikan.