Rabu 15 Aug 2012 16:19 WIB

AS Tuduh Iran Bentuk Milisi di Suriah

Leon Panetta
Foto: plaidavenger.com
Leon Panetta

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menuduh militer Republik Islam Iran membangun basis militer pro Presiden Bashar al-Assad di Suriah. AS menilai Iran memainkan peran yang lebih besar ketimbang peran Assad sendiri di Suriah.

Menteri Pertahanan AS, Leon Edward Panetta mengatakan kuat dugaan Teheran tengah membangun basis milisi untuk mempertahankan pemerintahanan rezim Assad di Damaskus. AS juga menduga Iran membuka pintu akses persenjataan dan memberikan pelatihan militer prorezim yang cukup kuat.

Menurut Panetta, mengharapkan perkembangan yang positif bagi Suriah sangat tidak mungkin, tanpa melihat Iran sebagai pendorong kenekatan Assad. Kata dia, eskalasi politik di kawasan membuat Teheran 'keukeuh' mempertahankan rezim yang telah menewaskan lebih dari 20 ribu jiwa itu.

''Iran memiliki peran yang banyak bagi Suriah untuk tetap mempertahankan Assad,'' kata dia, saat melakukan konfrensi pers di Washington.

Mantan Direktur Lembaga Intelijen AS ini melihat keterlibatan Garda Revolusi Iran adalah nyata dan merupakan keprihatinan bagi internasional. Sebab dengan peran Iran yang begitu dominan di Suriah selanjutnya akan mejadi dampak buruk bagi stabilitas di kawasan.

Gedung Putih mengingatkan kepada Teheran agar tidak terlalu jauh melibatkan militernya, dalam perang sipil di Suriah. Dan menegaskan untuk menarik mundur pengaruh dan dukungannya bagi Suriah. "Kehadiran Iran (di Suriah) adalah keprihatinan. Dan Iran saat ini telah memainkan peran yang sangat berbahaya," ujarnya.

AS menekankan, saat ini perlu untuk mengatur langkah untuk menggulingkan Assad secara teratur dengan memberikan dukungan kepada kelompok oposisi, dengan memberlakukan zona larangan terbang bagi angkatan udara Suriah.

Konfrensi pers yang dilakukan Panetta tersebut menyusul keputusan Konfrensi Tingkat Menteri Organisasi Kerja Sama Negara Islam (OKI) untuk membekukan keanggotan bagi Suriah. Sebelumnya pertemuan pra puncak OKI di Jeddah, mengusulkan agar keanggotaan Suriah ditangguhkan.

Penalti bagi Suriah itu menurut OKI penting untuk meredam kekerasan yang telah berlangsung selama 17 bulan di Suriah. Keputusan OKI mendepak Suriah itu memang mendapat tentangan dari Iran dan Aljazair, namun tidak signifikan.

Sebab, mekanisme keputusan OKI berdasarkan atas bersetujuan dua pertiga dari jumlah anggota, yakni 57 negara, termasuk Otoritas Palestina di dalamnya. Sementara hanya Iran dan Aljazair yang tidak mendukung pembekuan tersebut.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang sempat menolak untuk menghadiri konfrensi OKI, sengaja diundang Sekertaris OKI, Abdullah bin Abdul Aziz untuk mendiskusikan hal tersebut. Dia mengatakan, Iran telah membuka diri untuk melakukan kritik dan dorongan bagi Suriah agar dapat melangsungkan mediasi damai kepada oposisi.

Bahkan Iran menuduh pembekuan tersebut adalah bentuk konfrontasi Islam Sunni yang dilakukan Arab Saudi, terhadap Islam Syiah Iran. Dan mengatakan pembekuan itu tidak membawa arah maju bagi perdamaian di Suriah.

"Kita harus mencari jalan lain, sarana dan mekanisme untuk menyelesaikan konflik. Yaitu metode Suriah untuk Suriah, yang dicapai melalui negoisasi antara pemerintah dan kelompok oposisi," kata Menteri Luar Negeri Iran, Ali Akbar Salehi.

Sementara itu, Pemerintah Suriah menerima Diplomat Senior Aljazaer, Lakhdar Brahimi menggantikan Kofi Annan, sebagai utusan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Liga Arab, untuk menuntaskan kekerasan bersenjata di Suriah.

Akan tetapi Brahimi kepada kantor berita AFP menegaskan akan menerima mandat tersebut dengan jaminan dan dukungan resmi dari Dewan Keamanan PBB. 

sumber : AP/Reuters/Aljazeera/Alarabiyah
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement