REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Perwira penting militer Amerika Serikat Jenderal Martin Dempsey dalam kunjungan singkatnya di Irak Selasa (22/8) menegaskan Washington masih memiliki peran penting di negara itu, delapan bulan setelah pasukan terakhir AS pulang.
Dempsey bertemu dengan Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki dan panglima militer Letjen Babaker Zebari dalam kunjungan enam jam. Ia merupakan pejabat paling tinggi AS yang mengunjungi Irak sejak penarikan pasukan AS Desember 2011.
Ketua Kepala Staf Gabungan AS dalam satu wawancara dengan AFP mengatakan Irak kini adalah satu negara berdaulat, sama dengan AS. "Kami masih tetap mempertahankan investasi penting dan pengaruh yang signifikan. Tetapi kini berada pada dasar kemitraan dan tidak berdasarkan pada kepemilikan," kata Dempsey yang bertugas di Irak sebagai komandan dalam perang yang menggulingkan Presiden Saddam Hussen, sebelum mendarat di Baghdad.
Dengan memakai seragam militer resmi bukannya seragam tempur selama perang bertahun-tahun, Dempsey menegaskan bahwa ia datang untuk melakukan dialog dengan para mitra Iraknya dan tidak mengajukan tuntutan.
Setelah 90 menit bertemu dengan Maliki, Dempsey kemudian mengemukakan kepada wartawan bahwa mereka membicarakan konflik di Suriah, keinginan Irak untuk memperluas pelatihan dengan pasukan AS dan pembelian perangkat keras militer AS termasuk radar, senjata pertahanan udara dan peralatan untuk meningkatkan keamanan perbatasan.
Sejak penarikan pasukan tempur AS, Irak dilanda konflik politik yang berlarut-larut, sementara beberapa serangan yang mematikan menegaskan adanya kesenjangan dalam keamanan di sini kendatipun para pejabat AS dan Irak menegaskan bahwa pasukan lokal dapat mempertahankan keamanan.
Dempsey tiba di Irak dari Afghanistan, di mana pesawatnya C-17 hancur akibat serangan roket gerilyawan di landas pacu pangkalan udara Bagram Afghanisntan, yang memaksa jendral itu menggunakan pesawat lain untuk kunjungannya ke Baghdad.