REPUBLIKA.CO.ID, Perbaikan kedua dilakukan pada masa Sultan Malik Al-Mansur, penguasa Dinasti Mamluk di Mesir, yakni di tahun 1296.
Sultan Malik melakukan beberapa perbaikan dan penambahan bangunan baru. Proses restorasi terakhir terhadap bangunan masjid bersejarah ini dilakukan pada 2004 lalu oleh Dewan Purbakala Mesir.
Bila dilihat secara umum, arsitektur Masjid Ibnu Tulun ini tak jauh berbeda dengan arsitektur Universitas Al-Azhar, Kairo. Mungkin memang demikian arsitektur gaya Mesir ini.
Seperti masjid-masjid lain yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah, di tengah-tengah Masjid Ibnu Tulun terdapat sebuah halaman (courtyard) yang sangat luas. Luasnya melebihi ruangan masjid itu sendiri.
Keberadaan halaman yang luas ini membuat suasana di dalam masjid terasa sangat sejuk, karena sirkulasi udara yang baik. Bagian courtyard ini dikelilingi oleh serangkaian serambi dengan atap yang melengkung.
Di bagian tengah halaman terdapat sebuah bangunan dengan kubah besar. Bangunan berkubah tersebut adalah sebuah sumur, yang biasa dipergunakan sebagai tempat untuk mengambil air wudhu.
Bangunan Masjid Ibnu Tulun terdiri atas koridor-koridor panjang yang disangga oleh pilar-pilar artistik dengan ornamen pahatan ayat-ayat Alquran. Pilar-pilar tersebut terbuat dari batu bata yang diplester dengan semen.
Koridor-koridor yang terdapat pada masjid ini sebenarnya mengadopsi bentuk bangunan gereja di Kairo pada masa itu. Lampu gantung yang khas juga bisa ditemui di sepanjang langit-langit koridor.
Bagian lain dari bangunan Masjid Ibnu Tulun yang tampak mencolok adalah mihrab masjid. Keseluruhan dinding mihrab masjid ini dihiasi dengan ukiran berbahan plester semen dan kayu serta mozaik kaca pada bagian atas dan panel marmer pada bagian bawah mihrab. Pada bagian atas mihrab terpahat tulisan dua kalimat syahadat. Tulisan tersebut menggunakan gaya tulisan kaligrafi Kufi.