REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mahkamah Agung memperketat rekrutmen hakim ad hoc. Tujuannya, jangan sampai adalagi hakim ad hoc menerima suap, seperti yang diungkap KPK beberapa waktu lalu. Hakim ad hoc harus menjalankan fungsinya, memaksimalkan pemberian putusan hukum.
Kepala Bagian Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, menyatakan berbagai instansi akan dilibatkan dalam rekrutmen hakim. "Ada kpk, Universitas Indonesia, dan lainnya," paparnya, kepada Republika, Jumat (24/8).
Pihaknya menyatakan tidak mudah untuk mengetahui integritas dan moral calon hakim ad hoc. Sebabnya, ujian hanya diselenggarakan dalam waktu singkat. Menurutnya, yang paling berharga adalah laporan masyarakat.
Jika ada laporan masyarakat mengenai calon hakim tipikor maka hendaknya segera disampaikan kepada Mahkamah Agung. Nantinya laporan ini akan menjadi pertimbangan untuk menentukan hasil uji kelayakan dan kepatutan seorang kandidat.
Laporan masyarakat dinilainya harus sesuai dengan fakta sebenarnya. Jangan sampai laporan tersebut palsu yang hanya dikeluarkan sekedar untuk membusukkan figur kandidat hakim ad hoc. Ridwan menyatakan pihaknya bisa memilah antara laporan yang memang terbukti benar dan tidak.
Ridwan menyatakan seorang hakim ad hoc ada yang memang berawal dari keprihatinannya melihat penegakkan hukum. Ada juga yang memang mencari pekerjaan. "Yang terakhir ini biasanya berasal dari kalangan pemerhati atau praktisi hukum yang tidak terkenal," jelasnya. Ketika menangani perkara akhirnya mudah tergiur sehingga akhirnya mudah menerima suap. Pihaknya berjanji hal itu tidak akan terulang lagi. Erdy Nasrul.