REPUBLIKA.CO.ID, RIAU -- Hukum adat sepertinya cukup baik menjadi rem kerakusan manusia dalam merusak alam. Seperti yang diberlakukan di Pulau Kerdau, dimana peraturan adat dijadikan rujukan guna menjaga kelestarian lingkungan perairan dan kelestarian terumbu karang.
Pulau Kerdau adalah satu dari delapan desa yang berada di Pulau Subi perbatasan dan terluar di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. "Sejak tahun 2001, Pulau Kerdau sudah menerapkan peraturan adat yang ketat guna menjaga perairan untuk kelestarian terumbu karang," kata Camat Pulau Subi, Saidir, Kamis (23/8) kemarin.
Saidir menyatakan sekitar 200 jiwa menghuni Pulau Kerdau. Mereka hanya menangkap atau memanen ikan sekali dalam setahun. "Jika ada penduduk yang ketahuan menangkap ikan di perairan mereka, akan dikenakan denda, yakni memberi makan 20 orang penduduk," ujar Saidir menjelaskan.
Hukum adat itu, terang Saidir, telah turun temurun diterapkan. Hukum adat itu diyakini ampuh mencegah pengerusakan kawasan terumbu karang yang menjadi tempat ikan berlindung, mencari makan, hingga berkembang biak.
"Dengan demikian terumbu karang terjaga dan ketersediaan ikan pun tidak mengalami penurunan seperti terjadi di kawasan lainnya," ujarnya.
Dikatakannya, selama ini tidak ada penduduk yang berani melanggar aturan adat itu. Mereka memiliki kesadaran tinggi melestarikan alamnya. "Namun, kami terus berupaya melakukan yang terbaik demi menjaga lingkungan perairan di Pulau Subi. Baru-baru ini pihak kami melakukan pengusiran terhadap puluhan kapal nelayan luar yang mengganggu wilayah penangkapan tradisional," beber Saidir yang mengklaim praktik penangkapan ikan secara berlebihan dengan dibius atau dibom, berangsur menurun.