Jumat 24 Aug 2012 18:08 WIB

'Disiapkan untuk Gagal, Tipikor Harus Segera Dibekukan MA'

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Pengadilan Tipikor Surabaya. (ilustrasi)
Foto: www.lensaindonesia.com
Pengadilan Tipikor Surabaya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Tipikor adalah pengadilan yang dipersiapkan untuk gagal, begitu pandangan Komisioner Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Suparman Marzuki.

 

 Lantaran penyiapan pengadilan yang menyedot hakim ad hoc tersebut tidak dipersiapkan dengan aturan yang mendukung. Menurut Suparman ada permasalahan penyebab ketimpangan, pertama karena 80 persen hakim ad hoc  ialah pengacara.

Kedua, berada pada sistem pengawasan dan pengendalian yang belum disiapkan dengan baik, terutama kepada hakim ad hoc itu sendiri. Tidak adanya sanksi administrasi terhadap hakim jika melakukan pelanggaran.

"Kalau diskorsing, gaji tetap saja utuh, beda dengan hakim karier," katanya. Permasalahan lain adalah tidak adanya catatan disiplin yang diperuntukkan kepada hakim ad hoc. Dampaknya, Pengadilan Tipikor menjadi timpang administrasi.

Selain itu, ungkap Suparman, pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) pun kerap terjadi di pengadilan perkara korupsi tersebut. Dalam hal itu, seorang hakim karier yang telah diangkat menjadi hakim Tipikor tidak boleh lagi menangani perkara umum.

Tapi praktiknya, kata Suparman, para hakim masih memang perkara umum penting dan menganak tirikan perkara tipikor. Biasanya, sambung dia, pelaksanaan persidangan terhadap perkara tipikor dilakukan pada sore sampai malam hari, sehingga masyarakat menjadi sulit mengakses.

Tak hanya itu, dalam persidangan tersebut tenaga yang ditempatkan adalah tenaga sisa. "Tidak ada panitera pengganti khusus dan tunjangan khusus," katanya. Karena itu, segala kegiatan yang dilakukan selama proses persidangan perkara tipikor hanya menjadi amal jariyah.

MA, dimintanya untuk mengevaluasi secara keseluruhan Pengadilan Tipikor. Dalam upaya tersebut, menurut Suparman, MA harus melakukan pembekuan. Setelahnya, ada proses regeneralisasi, dimana Pengadilan Tipikor hanya berada di lima propinsi.

Kemudian, lanjut Suparman, para hakim ad hoc harus dikenakan tes ulang, sehingga yang terbaik dari yang baik nantinya akan ditempatkan di lima propinsi. Langkah ini, dinilai Suparman menjadi solusi yang harus dilakukan MA.

Perihal dalih pembentukan Pengadilan Tipikor adalah amanat UU, menurut Suparman, karena UU yang ada sudah sering dilanggar dan belum berisi kematangan, maka langkah pembekuan menjadi tepat. Selain itu, MA juga dimintanya mengusulkan perubahan terhadap UU Tipikor kepada DPR RI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement