REPUBLIKA.CO.ID, Keberadaan sekolah-sekolah ini ditujukan untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan memperdalam dan mampu mendakwahkan, mengajarkan, dan membela ajaran Islam.
Natsir adalah orang yang terlibat langsung dalam proses kaderisasi di bawah bimbingan Ahmad Hassan.
Dengan demikian, Natsir mempunyai hubungan yang dekat dengan Persis. Di bawah kepemimpinannya, Persis menjelma menjadi organisasi yang bukan hanya berupa kelompok diskusi atau pengajian tadarusan kelas pinggiran, melainkan sebuah organisasi Islam modern yang potensial.
Dalam waktu singkat, ia berhasil menempatkan Persis dalam barisan organisasi Islam modern.
Mohammad Isa Anshary
Masa setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan periode kedua Persis sesudah kepemimpinan KH Zamzam, KH Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Mohammad Natsir yang mendengungkan slogan Kembali kepada Alquran dan As-Sunnah.
Pada periode kedua ini, salah seorang tokoh Persis yang pernah memimpin adalah KH Mohammad Isa Anshary.
KH Mohammad Isa Anshary lahir di Maninjau Sumatera Tengah pada 1 Juli 1916. Pada usia 16 tahun, setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Islam di tempat kelahirannya, ia merantau ke Bandung untuk mengikuti berbagai kursus ilmu pengetahuan umum.
Di Bandung pula, ia memperluas cakrawala keislamannya dalam Jam’iyyah Persis hingga menjadi ketua umum Persis. Tampilnya Isa Anshary sebagai pucuk pimpinan Persis dimulai pada 1940 ketika ia menjadi anggota hoofbestuur (Pusat Pimpinan) Persis.
Tahun 1948, ia melakukan reorganisasi Persis yang mengalami kevakuman sejak masa pendudukan Jepang dan Perang Kemerdekaan. Tahun 1953 hingga 1960, ia terpilih menjadi Ketua Umum Pusat Pimpinan Persis.