REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Para biarawan Buddha, politisi, dan tokoh-tokoh etnik Rakhine lainnya dituding mengobarkan kebenciaian pada warga Rohingya Muslim di satu daerah yang dilanda kerusuhan. Pernyataan itu disampaikan presiden Myanmar dalam sebuah laporan resmi kenegaraan.
Presiden menyebut peran warga Buddha dalam kerusuhan di negara bagian Rakhine, yang menyebabkan puluhan orang tewas di kedua pihak dan menyebabkan puluhan ribu orang terlantar. Presiden Thein Sein juga mengatakan para anggota etnik Rakhine tidak dapat menerima Rohingya sebagai warga-warga mereka.
Puluhan tahun didiskriminasi menyebabkan para warga Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan. Sementara, Pemerintah Myanmar menganggap 800.000 warga Rohingya sebagai warga asing, kendatipun banyak warga menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari tetangga Bangladesh dan memandang mereka sebagai musuh.
"Partai-partai politik, sejumlah biarawan dan para individu meningkatkan kebencian etnik. Mereka bahkan mendekati dan melobi para warga Rakhine di luar negeri dan dalam negeri,"kata Thein Sein dalam satu laporan yang dikirim ke parlemen Myanmar -- yang terdiri atas majelis rendah dan majelis tinggi pada 17 Agustus.
"Orang-orang Rakhine terus berpikir untuk menteror warga Muslim Benggali yang tinggal di negara itu," katanya, menggunakan satu istilah yang sering digunakan di Myamnar untuk warga Rohingya.
Thein Sein juga mengatakan etnik Rakhine tidak dapat memberikan tanah mereka kepada orang yang mereka anggap warga asing, mengulangi komentar-komentar yang ia ucapkan Juli yang menyerukan pembangunan kamp-kamp atau mendeportasi para warga Rohingya itu.
"Mereka tidak dapat mempertimbangkan satu situasi di mana para warga Muslim Benggali itu dapat menjadi warga negara," kata presiden iu.
Seorang pemimpin partai politik Rakhine menolak pandangan itu dan mengatakan pihaknya telah menyampaikan "satu keberatan" menyangkut laporan ke parlemen itu.
"Kami tidak sependapat dengan pandangan mereka... satu pandangan seperti itu seharusnya tidak dikeluarkan pada saat sekarangan ini, karena dapat memperburuk bentrokan," kata Aye Maung, ketua Partai Pembangunan Nasional Rakhine.
Pihak berwenang Myanmar telah menghadapi kecaman keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia setelah bentrokan antara warga Rohingya dan etnik Rakhine, yang menurut pemerintah menewaskan 87 orang dari kedua pihak.