Ahad 26 Aug 2012 17:25 WIB

Presiden Mesir akan Kunjungi Iran untuk Pertama Kali

Rep: Gita Amanda/ Red: Dewi Mardiani
Presiden Mesir Muhammad Mursi
Foto: Amr Abdallah Dalsh/Reuters
Presiden Mesir Muhammad Mursi

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO-- Presiden Mesir Muhammad Mursi berencana menghadiri pertemuan puncak konferensi Gerakan Non-Blok (GNB) di Teheran, Iran. Ini akan menjadi kunjungan pertama Mesir sejak memutuskan hubungan dengan Teheran tiga dekade lalu.

Mengutip salah satu sumber di kepresidenan mengatakan, Mursi akan menghadiri KTT GNB di Teheran pada 30-31 Agustus mendatang. Saat itu Mursi sekaligus akan melakukan transfer kepemimpinan GNB, yang selama ini dijabat Mesir, kepada Iran.

Kehadiran Mursi diharapkan dapat meningkatkan hubungan Teheran dan Kairo. Kunjungan ini juga menandai pencarian antara kedua negara setelah bertahun-tahun permusuhan. Namun belum ada kepastian, apakah Mursi akan menggelar pertemuan dua arah dengan pejabat Iran.

Selama ini Kairo telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran setelah revolusi Iran tahun 1979. Saat itu Mesir menuduh Teheran mendukung militan di wilayah tersebut. Namun para analis mengatakan, masih terlalu dini untuk menilai implikasi dari kunjungan tersebut. Sebab analis percaya, kunjungan Mesir ke Teheran akan membawa Mesir kembali ke panggung politik regional.

"Ini benar-benar respon pertama untu permintaan populer. Serta cara untuk meningkatkan margin manuver untuk kebijakan luar negeri Mesir di wilayah tersebut," ujar salah seorang ilmuan politik Mesir Mustafa Kamel el-Sayyed. 

Menurutnya, kunjungan Mursi ini menunjukkan kebijakan luar negeri Mesir masih aktif di wilayah tersebut. Ini juga merupakan cara untuk memberi tahu negara-negara Teluk, bahwa Mesir tak akan hanya mematuhi keinginan mereka dan menerima posisi inferior. Selama kepemimpinan Husni Mubarak, beberapa upaya perdamaian telah dilakukan.

Seperti yang dilakukan oleh menteri perdagangan dan pemimpin bisnis untuk meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara. Namun mereka menemui protes keberatan dari kementerian luar negeri dan kalangan intelijen.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement