REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memperoleh komitmen pinjaman siaga sebesar lima miliar dolar AS dari sejumlah lembaga keuangan internasional. Pinjaman ini akan digunakan pemerintah bila APBN tahun depan kesulitan mendapatkan pembiayaan di tengah situasi ekonomi global yang masih tidak menentu.
Dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2013 yang diperoleh di Jakarta, Jumat (24/8), menyebutkan jumlah pinjaman itu setara dengan Rp 46,5 triliun berdasarkan asumsi kurs Rp 9.300 per dolar AS. Pinjaman siaga (standby loan) itu bersumber dari Bank Dunia senilai 2 miliar dolar AS atau Rp 18,6 triliun.
Bank Dunia memberikan utang itu melalui Program for Economic Resilience, Investment and Social Assistance in Indonesia (Perisai). Adapun, Bank Pembangunan Asia (ADB) ikut memberikan pinjaman sebesar 500 juta dolar AS (Rp 4,65 triliun) melalui program 'Precautionary Financing Facility'.
Sisanya, pinjaman bersumber dari Pemerintah Australia melalui program 'Contingency Facility' sebesar satu miliar dolar AS (Rp 9,3 triliun). Kemudian, Pemerintah Jepang melalui Japan Bank for International Coperation (JBIC) dengan program 'Contigency Loan Facility' mengalokasikan pinjaman sebesar 1,5 miliar dolar AS (Rp 13,95 triliun).
Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebelumnya mengatakan pinjaman siaga ini dapat digunakan bila krisis keuangan global yang bersumber di Eropa memburuk sehingga pemerintah kesulitan menerbitkan obligasi global. "Cadangan kehati-hatian itu bisa berupa dana yang dapat ditarik untuk membiayai kebutuhan pembiayaan APBN kita," ujar dia.
Pinjaman siaga ini, kata Agus, juga semacam jaminan bagi pemerintah kalau seandainya pemerintah ingin masuk ke pasar keuangan, sementara respons pasar tidak bagus. Karena itu, lembaga keuangan internasional memberikan jaminan sehingga pemerintah tetap bisa mengakses pinjaman.
Menghadapi kondisi pasar keuangan yang masih rentan akibat belum pulihnya perekonomian Amerika Serikat dan krisis utang di zona Eropa, Pemerintah Indonesia menyiapkan beberapa upaya untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga menjaga stabilitas ekonomi makro secara komprehensif.
Belajar dari pengalaman krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 dan krisis keuangan global tahun 2008-2009, pemerintah menyiapkan langkah-langkah proaktif. Upaya ini diharapkan dapat menjamin pemenuhan pembiayaan APBN dalam menghadapi peningkatan volatilitas di pasar keuangan global serta untuk mempertahankan kekuatan fundamental ekonomi makro.
Salah satu langkah proaktif yang disiapkan pemerintah adalah pinjaman siaga (fasilitas pembiayaan kontinjensi) yang didukung oleh mitra pembangunan internasional (//development partner//). Pemerintah dapat memanfaatkan pinjaman ini jika tidak dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari pasar keuangan, yakni surat berharga negara (SBN).
Langkah proaktif ini bertujuan untuk mengantisipasi risiko eksternal yang mungkin terjadi akibat dari menurunnya ekspor dan meningkatnya harga minyak dunia. Turbulensi di pasar keuangan yang berdampak pada sulitnya mencari pembiayaan di pasar dan mahalnya biaya dana yang harus ditanggung juga masuk pertimbangan.