REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusuhan di Sampang, Madura, Jawa Timur, dinilai sebagai hasil kinerja aparat penegak hukum yang selama ini kerap menolerir kekerasan. Akibatnya, kerusuhan semakin merebak sehingga menimbulkan korban jiwa, seperti yang terjadi di Sampang, baru-baru ini.
"Ini jelas akibat dari itu semua," jelas Anggota Komisi Hukum DPR, Achmad Basarah, Senin (27/8). Bayangkan, jelasnya, kekerasan atas nama agama kerap dibiarkan, sehingga jarang yang diproses hukum. Semakin berkembanglah masyarakat mengatasnamakan agama untuk melakukan tindakan brutal.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDIP ini menyatakan konflik kali ini bukan lagi antar agama, tetapi satu agama dengan berbeda mazhab. "Cenderung lebih spesifik," jelasnya. Kalau tidak segera ditemukan formula penanganan konflik berdimensi SARA seperti itu, dirinya khawatir, di masa yang akan datang bisa terjadi konflik antar-ormas Islam yang berbeda yang merugikan umat Islam sendiri.
Selain itu, kata dia, konflik seperti itu jelas mengancam demokrasi yang selama ini dibangun. Karena itu, pihaknya mengimbau Presiden SBY turun langsung mengatasi berbagai konflik berdimensi SARA. Hal itu sesuai dengan amanah dan sekaligus janji negara kepada rakyatnya seperti termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 29 UUD 1945 yang menegaskan jaminan kebebasan memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.