Selasa 28 Aug 2012 14:30 WIB

Harga Garam Jatuh, Impor Diminta Dihentikan Sementara

Petani memanen garam (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petani memanen garam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah meminta impor garam dihentikan sementara hingga November atau Desember 2012. "Garam impor untuk keperluan garam industri, saya minta dihentikan atau jangan dijual dahulu hingga garam rakyat bisa terjual sampai habis panen pada November atau Desember," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Ri, Sharif C Sutardjo, di Jakarta, Selasa (28/8).

Menurut Sharif, jika terdapat kepentingan yang mendesak, maka importir harus membeli garam rakyat sebesar 100 persen sesuai dengan produk impor garamnya. Waktu yang akan ditentukan bagi pengusaha untuk bisa mengimpor garam kembali adalah sesuai dengan waktu panen dari garam rakyat.

"Kami miliki patokan harga untuk kualitas seperti Rp550 hingga Rp750 per kilogramnya, untuk garam tingkat kualitas satu atau dua. Namun saat ini harganya masih ada yang Rp530," kata Sharif.

Oleh karena itu, ia berharap penghentian impor garam dapat meningkatkan kembali harga garam Indonesia.

Kendati demikian, Sharif menilai bukan hanya impor garam yang mempengaruhi rendahnya harga garam nasional. Kualitas produk dari petani garam Indonesia turut berperan.

"Sisi inilah yang kami terus bina agar kualitas tetap dijaga sehingga mereka harus memperbaiki kualitas dengan menyaring garam dan membersihkannya. Kalau masih kotor maka harganya tetap berada di bawah," jelas Menteri.

Menurut Sharif, Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana membina 16 ribu hektar tambak garam di seluruh Indonesia dengan harapan produksi bisa mencapai 1,3 juta ton.

Sementara, kebutuhan konsumsi garam Indonesia sebesar 1,5 juta ton dan sisanya akan dipenuhi melalui produksi PT Garam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Januari - November 2011, Indonesia telah mengimpor garam sebanyak 2,7 juta ton atau mencapai 140,5 juta dolar AS yang setara dengan Rp1,2 triliun.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement