REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terjadinya penyerangan warga Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, dinilai bukan lagi hanya konflik agama. Pasalnya konflik syiah-sunni telah berlangsung lama dan terjadi berlarut-larut.
Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Indonesia, Jalaluddin Rakhmat, menyayangkan adanya peristiwa tersebut. Padahal menurutnya, kaum syiah tidak pernah mencari perkara dengan sunni. "Sepanjang sejarah belum pernah ada cerita syiah menyerang sunnni, kecuali dalam dongeng ulama-ulama di Sampang," ujarnya saat ditemui di kediamannya di Kawasan Kemang, Jakarta, Rabu (29/8).
Kaum syiah selalu diimbau agar jangan melakukan kekerasan. Namun jika dalam keadaan terdesak, tidak salah jika mereka melindungi dirinya.
Dalam Al-quran, kata Jalan, diizinkan untuk orang-orang yang diperangi untuk memerangi. "Masak kalau kita diserang, rumah kita dibakar, kita cuma bilang 'thank you, you're so good'. Bisa-bisa semua mati," katanya. Namun begitu, bukan berarti syiah diperbolehkan membalas dendam.
Ia pun menganggap apa yang diucapkan MUI adalah hal mengada-ada. "MUI bilang punya data lapangan syiah sudah sering menyerang sunni. Itu bukan data di lapangan, tapi data imajinasi mereka," bantahnya. Karena menurutnya, warga syiah selalu diajarkan tetap bersikap ramah kecuali dalam keadaan terpaksa.
Pria ,yang akrab disapa Kang Jalal ini, menyebut gagasan relokasi sebaiknya tidak dilakukan. "Tidak perlu dilakukan karena relokasi adalah dua langkah terakhir sebelum genosida," ujarnya. Dikhawatirkan jika relokasi dilakukan, maka begitu terjadi konflik, masyarakat akan dengan mudahnya mengusir kaum syiah. "Hak mereka tinggal di sana, kenapa harus direlokasi karena perbedaan keyakinan," ucapnya.