REPUBLIKA.CO.ID, Di tempat barunya ini KH Ahmad Sanusi berhasil mengembangkan pengetahuan agamanya secara mandiri sehingga pesantren yang dipimpinnya cepat berkembang.
Santrinya tidak hanya berasal dari wilayah Sukabumi saja, tetapi juga dari luar daerah dan luar Pulau Jawa.
Ia merombak cara belajar santri yang semula berlangsung dengan cara duduk tengkurap menjadi duduk di bangku dan belajar menggunakan meja.
Dalam hal pengajaran, KH Ahmad Sanusi menerapkan sistem kurikulum berjenjang (klasikal). Dalam menyampaikan dakwah, ia mempunyai metode yang keras, radikal, tegas, dan teguh pendirian.
Diasingkan
Ketika bergabung dengan SI, KH Ahmad Sanusi dikenal sebagai salah satu tokoh yang aktif dalam usaha mengusir kolonial Belanda dari Tanah Air.
Karenanya, saat meletus pemberontakan di Jawa Barat yang dikenal sebagai Gerakan SI Afdeeling B, yang merupakan perlawanan rakyat jelata terhadap pemerintah kolonial Belanda pada November 1926, KH Ahmad Sanusi bersama para santri Pesantren Genteng Babakan Sirna dituduh terlibat dalam pemberontakan tersebut. Karena tuduhan itu pula ia ditangkap dan akhirnya dijebloskan ke penjara.
Oleh pemerintah kolonial Belanda, ia dimasukkan ke penjara di Sukabumi dan mendekam di dalamnya selama enam bulan, kemudian dipindahkan ke penjara Cianjur selama tujuh bulan, sebelum akhirnya diasingkan oleh Pemerintah Belanda ke Tanah Tinggi, Batavia selama tujuh tahun (1927-1934).
Meski berada di dalam tahanan, semangatnya untuk mengusir para penjajah tidaklah surut. Selama dalam pengasingan, KH Ahmad Sanusi tetap berdakwah menyebarkan ilmunya dengan giat dan istikamah. Dakwah dilakukan dengan bertabligh dari satu masjid ke masjid lain yang ada di Batavia pada masa itu.