REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Setelah kebuntuan terjadi di Dewan Keamanan (DK) PBB terkait upaya menjatuhkan sanksi kepada Suriah, Kamis (30/8), badan tersebut kembali bertemu untuk memfokuskan diri pada pembicaraan mengatasi krisis kemanusian di negara yang sedang berkecamuk tersebut.
Pertemuan tersebut tidak dihadiri Amerika Serikat (AS) serta dua negara yang menolak pemberian sanksi kepada Suriah, Cina dan Rusia. Situasi itu tersebut memperkuat keyakinan bahwa PBB tidak mampu mengakhiri konflik di Suriah yang telah berlangsung 17 bulan.
Sebelumnya Cina dan Rusia menghadang resolusi tiga negara DK PBB yang lain, yaitu AS, Inggris, dan Prancis. Ketiga negara tersebut mengkritik Presiden Suriah, Bashar al-Assad, serta mengancam sanksi.
Keputusan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, tidak menghadiri pertemuan tersebut diduga dikarenakan ketidakyakinan AS bahwa pertemuan nanti akan menghasilkan pembicaraan lebih lanjut mengenai isu utama di Suriah.
Prancis, sebagai presiden DK-PBB per bulan Agustus, sebelumnya berharap PBB bisa bersatu dan menyepakati bantuan ubagi Suriah pada pertemuan yang dihadiri oleh para menteri dari negara tetangga seperti Turki, Lebanon, dan Yordania tersebut. Akan tetapi kenyataannya hanya terdapat kurang dari setengah anggota tetap DK-PBB yang hadir.
Tercatat hanya Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabious, dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague yang bisa hadir. Para diplomat mengatakan tak ada lagi pembahasan lebih lanjut mengenai Suriah selain rencana pemberian bantuan.