REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institusi Kejaksaan dinilai kurang optimal dalam mengungkap atau menemukan kasus-kasus korupsi. Itu terindikasi dari rendahnya kinerja penyidikan kasus korupsi kejaksaan selama semester I 2012.
Berdasarkan data yang dirilis Kejaksaan Agung, selama periode Januari - Juni 2012, perkara korupsi yang disidik Kejaksaan seluruh Indonesia sebanyak 450 perkara. Jumlah itu relatif kecil karena hanya 33 persen dari target sebanyak 1.380 perkara.
Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Choky Risda Ramadhan, mengatakan, kondisi tersebut menambah buruk kinerja Kejaksaan.
"Kinerja Kejaksaan tersebut sangat bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2012 tentang strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang dan jangka menengah yang diterbitkan untuk mendorong kinerja penegak hukum," kata Choky, di Jakarta, Jumat (31/8).
Dalam Perpres tersebut, terdapat instruksi untuk menyusun indeks penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi. Artinya, kinerja masing-masing penegak hukum akan dinilai. Adapun hal-hal yang dinilai antara lain jumlah penanganan perkara, persentase penyelidikan yang ditingkatkan menjadi penyidikan, dan persentase penyidikan yang menjadi penuntutan.
"Kalau kinerja Kejaksaan seperti itu, Presiden harus mengingatkan jaksa agung untuk meningkatkan kinerjanya agar sesuai dengan semangat Perpres 55/2012," kata Choky.