REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu’alaikum Wr Wb
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
“Yesterday afternoon boy” kata ini terjemahan bebas dari anak kemarin sore. Istilah ini muncul dari teman saya Budi Dalton, ketika kita berkelakar tentang suatu hal dahulu di komunitas kreatif DKSB. Kata ini juga muncul ketika saya dahulu baru “berhijrah”.
Bersama beberapa teman kami makan bersama, kemudian karena lupa berdoa saya muntahkan makanan yang sudah terlanjur ada di mulut saya dengan tujuan agar supaya semua makanan yg masuk kedalam mulut dan perut ini tidak ada yang tidak atas dasar niat lillahi ta‘ala.
Seorang ustaz yang saya hormati tertawa dan dia mengajarkan saya do’a ketika kita sedang makan namun lupa berdoa. Ucapkan “Bismillahi awalu wal akhiru”. Kemudian semua orang tertawa. Sayalah anak “bloon” kemaren sore itu, “yesterday afternoon boy”.
Memang pada dasarnya semua yang kita lakukan berdasarkan apa yang kita yakini, dan apa yang kita yakini sangat bergantung kepada apa yang kita ketahui. Dalam kata lain amal atau perbuatan, sangat bergantung pada iman atau keyakinan. Dan iman sangat bergantung pada ilmu pengetahuan atau informasi atau apa yg kita ketahui.
Jadi sangatlah mudah sebenarnya untuk mengukur tingkat keimanan kita, yaitu dengan melihat apa yang kita lakukan atau apa yang kita perbuat sehari-hari. Semisal tidaklah mungkin seseorang yang beriman atau meyakini azab Alloh SWT, akan melakukan perbuatan maksiat yang notabene mengundang azab Alloh SWT. Mereka itu bisa disebut sebagai orang-orang yang tidak “berakal”. Seringkali pula kita mendengar orang yang melakukan sesuatu yang buruk atau bingung dengan sebutan orang yang “kehilangan akal”.
Jika kita menelisik permasalahan akal. Kata akal berasal dari kata dalam bahasa Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah mashdar dari kata ‘aqola – ya’qilu – ‘aqlan. bermakna: Jika dia menahan dan memegang erat apa yang ia ketahui (Lisanul Arab 11/458).
Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata, ”Akal menurut bahasa adalah At-Tarbiyyah, yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Ilustrasinya jika seorang anak yang belum aqil baligh atau umur balita misalnya. Jika kita nyalakan api, bisa saja dia memegang api tersebut. Tapi kita orang dewasa tidaklah akan memegang api karena kita tahu bahwa secara ilmu pengetahuan atau informasi api itu panas. Dan info itulah yang mengikat kita dan membuat kita yakin, lalu perbuatan kitapun terikat oleh informasi tersebut.
Umar bin Khattab ra telah mengatakan bahwa orang yang berakal itu bukanlah orang yang dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk. Akan tetapi, orang berakal adalah orang yang dapat memilih hal yang terbaik di antara kedua hal yang buruk. Dan yang mengikat orang-orang mukmin adalah akidah yaitu dua kalimah syahadat. “bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah”.
Mari kita tholabul ‘ilmu, memperbanyak mencari ilmu dengan mendatangi majelis-majelis taklim, mendengarkan tausyiyah-tausyiyah dari para ulama, oleh karena akal tanpa ilmu bagaikan mata tanpa cahaya. Mari agar perilaku kita cerdas dan lebih baik, lebih sholeh dari masa ke masa. Mari sahabat semua agar tidak “bloon” seperti anak kemaren sore atau “yesterday afternoon boy”.
Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Ustadz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
@erickyusuf