REPUBLIKA.CO.ID, Baiat merupakan suatu prinsip Islam. Umat Islam senantiasa memberikan baiat kepada Rasulullah SAW semasa hidupnya.
Setelah Nabi SAW wafat, baiat tetap berlaku, yaitu diberikan kepada Al-Khulafa Ar-Rasyidun atau orang-orang tertentu yang memimpin umat Islam selama beberapa abad, sampai jatuhnya sistem pemerintahan Islam, kekhalifahan Turki Usmani.
Pengambilan dan pemberian baiat berdasarkan syarak, yaitu Alquran, sunah Rasulullah SAW, dan ijmak.
Banyak ayat Alquran yang mengungkapkan keharusan baiat. Antara lain dalam Surah Al-Fath (48) ayat 18 Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”
Ayat ini turun mengisahkan tentang Baiat Ar-Ridwan di Hudaibiyah, suatu baiat yang menampilkan komitmen jihad. Ketika itu Rasulullah SAW membaiat para sahabat supaya meneguhkan pendirian mereka setelah tersebarnya berita terbunuhnya Usman bin Affan.
Dalam Surah Al-Fath (48) ayat 10 dijelaskan bahwa, “Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah...”
Ayat ini menjelaskan baiat yang diberikan oleh para sahabat kepada Nabi SAW. Substansi baiat kepada Nabi SAW berisikan baiat kepada Allah SWT.
Disamping ayat Alquran, hadis Nabi SAW juga banyak yang membicarakan baiat. Diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Ubadah bin Samit, ”Nabi memanggil kami untuk berbaiat kepadanya dengan mendengar dan menaatinya dalam keadaan suka maupun duka.”
“Beliau telah menyerahkan kami kepada suatu yang terbaik, bukan sebaliknya; dan melarang kami mendebat penguasa, kecuali apabila mereka terlihat jelas-jelas kufur kepada Allah.”
Hadis ini menunjukkan bahwa tuntutan untuk saling berbaiat di antara para sahabat merupakan suatu sunah dan pelanggarannya secara sengaja adalah maksiat.