REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyidikan kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) dikhawatirkan tetap jalan di tempat.
Siapa pun Jaksa Agungnya, perkara pelanggaran HAM diyakini sulit untuk diproses lebih lanjut.
"Karena tidak ada arahan, kebijakan dan keputusan dari Presiden untuk menyidik dan menuntut," kata Pengamat HAM, Usman Hamid, kepada ROL, Jumat (31/8). Jadi, siapa pun Jaksa Agungnya, dia akan sangat tergantung pada sikap Presiden.
Usman menambahkan,UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM disahkan mensyaratkan agar pengadilan bagi kasus masa lalu itu ditempuh melalui pengadilan yang bersifat ad hoc. "Ini khusus untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum adanya UU ini," jelasnya.
Dia menegaskan pengadilan ini tidak pernah dibentuk oleh Presiden. Misalnya, pada kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998. DPR telah mengusulkan ke Presiden untuk membentuk Pengadilan ad hoc terkait perkara itu, tapi tak ada tindak lanjut dari Presiden.