Jumat 31 Aug 2012 22:26 WIB

Nuklir Iran Jadi Isu Penting di KTT GNB

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
ban ki moon
ban ki moon

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN--Isu nuklir Iran menjadi salah satu topi KTT GNB ke-16 di Teheran, Jumat (31/8) pagi waktu setempat. Dalam pertemuan hari kedua tersebut, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dalam pidatonya mengatakan negaranya tidak pernah berniat membuat senjata nuklir.

Ia juga menuduh Dewan Keamanan (DK) PBB telah berperilaku diktator di bawah kekuasaan para anggota tetapnya, yaitu Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis.

Seperti dilansir Sky News, Sekjen PBB Ban Ki-moon yang terlihat kesal saat pidato Khameini tersebut, menyerang balik saat ia melakukan pidatonya sendiri.  Menurut dia Iran harus membangun kepercayaan terkait program nuklir tersebut dengan cara menyesuaikan dengan resolusi DK PBB dan bekerjasama dengan IAEA, pengawas nuklir PBB.

Jika Iran tidak melakukan hal itu, kata Ban, maka perang yang sebelumnya hanya berupa kata-kata tak lama kemudian akan terwujud menjadi perang kekerasan.

Sebelumnya dalam pertemuan lain, Ban meminta Iran untuk melakukan langkah konkret untuk mengurangi konflik internasional. Ketegangan internasional kian meningkat ditandai ancaman mengebom fasilitas nuklir dari dua negara yang merasa terancam, yaitu Amerika Serikat dan Israel.

Ban mendapatkan kritik dari AS dan Israel karena menghadiri KTT tersebut. Ia pun sebelum berangkat ke Teherran berjanji akan mengangkat isu-isu sensitif dari terkait program nuklir, hak asasi manusia, dan Suriah.

Ban pun menepati janjinya. Ia di antaranya mengkritik para pemimpin Iran yang akhir-akhir ini sering mengkritik Israel sebagai sebuah 'tumor kanker' yang harus dihilangkan dari Timur Tengah.

Ia meminta baik Iran maupun Israel agar sama-sama mendinginkan kepala."Saya sangat menolak adanya ancaman dari negara anggota (PBB) yang ingin menghancurkan (negara) yang lain, ataupun adanya komentar yang menolak fakta sejarah seperti Holocaust," kata Ban dalam pidato KTT-nya.

"Mengklaim bahwa negara anggota PBB yang lain tidak memiliki hak untuk ada atau menyebutnya dengan istilah rasis tidak hanya benar-benar salah, tetapi merongrong prinsip-prinsip yang telah kita sepakati untuk ditegakkan. Saya mendesak semua pihak untuk menghentikan ancaman provokatif dan inflamasi," kata Ban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement