REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Pelaku teror Solo diduga bukanlah sipil biasa melainkan sangat terlatih. Meski demikian, menurut pengamat teroris, M Noor Huda, tak bisa terlalu cepat menuding kelompok terorisme tertentu karena banyak potensi yang terlibat.
Noor Huda mengatakan, dugaan pelaku yang terlatih dapat dilihat dari kronologis kejadian. Banyak gerak-gerik pelaku yang menunjukkan keexpertannya dalam hal penembakan. "Kalau dilihat dari kronologis tampak bahwa pelaku sangat terlatih. Dikatakan sebelum melakukan aksi, pelaku sempat mengobrol terlebih dahulu. Saat melakukan eksekusi pelaku tenang bahkan sempat melakukan tembakan peringatan," ujarnya kepada wartawan, Jumat (31/8) siang.
Karena keahlian pelaku, kata Noor, saat ini belum bisa diambil kesimpulan yang mengarah kelompok teroris tertentu. Pasalnya, tak hanya mereka, penembakan seorang brigadir juga pernah terjadi karena berawal dari rasa kecewa.
"Kita tidak bisa terlalu cepat menunjuk ke kelompok teroris tertentu, artinya banyak potensi yang terlibat. Bisa saja pelaku beraliran thogut atau menganggap negara adalah musuh. Polisi dalam hal ini juga bisa dikategorikan musuh. Atau ada orang-orang pascakonflik yang mempunyai skill tapi tidak diterima masyarakat," tuturnya.
Menyelidiki kasus teror Solo tersebut, menurut Noor, perlu dilakukan kontrol distribusi senjata. Ia menilai itu upaya mendasar yang harus dilakukan polri. "Dari sisi kepemilikan yang mempunyai hak adalah TNI dan Polisi, dari situ bisa dilacak kebocorannya di mana," ujarnya.
Jika diketahui bahwa pelaku adalah mantan napi teroris, kata Noor, maka perbaikan kuratif di tingkat penjara perlu dilakukan. Adanya kembali napi atau residivis yang tidak berubah, menurutnya, menunjukkan perlu adanya perbaikan di sistem penjara.