REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menegaskan tidak adanya unsur politis dalam aksi teror di Kota Solo. Motif pelaku sepenuhnya diarahkan pada kepolisian.
Saat ditanya keterkaitan teror dengan poltik, Timur Pradopo membantah tegas. Menurutnya tak ada sedikitpun unsur politik dibalik peristiwa mencekam di Kota Bengawan tersebut. "Tidak ada unsur politis," ujarnya singkat saat memberikan keterangan pers di Aula Polresta Solo, Sabtu (1/9).
Menurut Timur Pradopo aksi teror yang terjadi sejak malam kemerdekaan tersebut diketahui bermotif balas dendam kepada aparat kepolisian. Tak ada motif politik didalamnya. "Motifnya melakukan pembalasan atas petugas kepolisian," ujarnya.
Sejak peristiwa penembakan, tersebar isu politik dibalik teror Solo. Banyak warga yang mengaitkan teror dengan majunya Wali Kota Solo, Joko Widodo dalam Pemilukada DKI Jakarta. Namun isu politik yang beredar di masyarakat tersebut pun hanya buah bibir semata. Motif pelaku terbukti tak memiliki unsur politik.
Terkait penyebab Solo menjadi sasaran teror, Pradopo mengatakan, hanya kebetulan semata. Tak terlihat adanya penyebab khusus. Dalam penangkapan pun, Pradopo mengatakan, lokasi Solo hanyalah kebetulan saja.
Sebelumnya aparat berhasil menangkap seluruh pelaku teror Solo. Dua pelaku berinisial F dan M keduanya berusia 19 tahun. Mereka tewas diterjang peluru polisi pada baku tembak Jumat (31/8) malam di Jalan Veteran Solo pukul 20.30 WIB. Tersangka lain, berinisial B, menurut Pradopo, berhasil ditangkap di Karanganyar pada hari yang sama pukul 19.10 WIB.
Menurut Kapolri, ketiga pelaku tertangkap merupakan eksekutor penembakan Pos Polisi Gemblekan pada Jumat (17/8), pelemparan granat di Pospol Glodok, Sabtu (18/8), serta penembakan Kamis (31/8) malam di Pos Polisi Serengan yang menewaskan AIPTU anumerta Dwi Data Subekti (56). Selain itu, mereka juga melakukan penyelundupan senjata api dan amunisi dari Moro Filipina.