REPUBLIKA.CO.ID,Selama berabad-abad, beragam bangsa pernah menguasai Tripoli di Libya, yaitu Fenisia (Phoenicia), Numidia, Vandal, Bizantium (Yunani), Berber, Normandia, Spanyol, Italia, Romawi, Arab, negara-negara sekutu pada Perang Dunia II, hingga akhirnya Tripoli menjadi ibu kota Libya yang saat itu berbentuk monarki republik.
Tripoli pernah dipimpin oleh seorang kaisar, raja, sultan, pasha, Four Power Commission, hingga akhirnya presiden diktator Muamar Qaddafi yang dijatuhkan rakyatnya pada 2011.
Sejak abad ke-8 SM, Afrika Utara dikuasai oleh Fenisia, bangsa pelaut yang pernah merajai wilayah Laut Tengah dari Levant (pantai Mediterania Timur) hingga Afrika Utara. Dalam bahasa Fenisia, wilayah Afrika Utara disebut Ui 'at dan dalam bahasa Latin disebut Oea. Mereka yang pertama kali hadir di tempat yang kemudian diberi nama Tripoli. Ini adalah kota kedua yang mereka beri nama Tripoli. Di Lebanon, tempat asal bangsa Fenisia, mereka lebih dulu mendirikan kota Tripoli.
Di Afrika Utara, Fenisia mendirikan Kota Sabratha, Oea, dan Leptis Magna, serta memperkenalkan budi daya pohon zaitun. Pada awal abad ke-7 SM, bangsa Fenisia berusaha memperketat kekuasaannya di pantai Afrika Utara dari Teluk Sirte hingga ke Atlantik. Bangsa Fenisia sempat mendirikan kerajaan besar di Tunisia yang bernama Kartago. Kerajaan yang berseteru dengan Yunani dan Kekaisaran Romawi ini menguasai kota-kota di sepanjang Afrika Utara dari Maroko hingga Libya pada abad ke-6 SM.
Sayangnya, sejarah Fenisia cukup sampai di situ karena tidak meninggalkan catatan tertulis dan tidak terdapat pula reruntuhan dari periode Fenisia di Tripoli. Pada abad ke-5 SM, pernah muncul Kerajaan Garamantian yang ber- pusat di Fezzan, pedalaman Libya.
Bangsa Yunani juga pernah mendirikan koloni di Sirenaika, di wilayah timur Libya saat ini.
Setelah Fenesia dikalahkan dan Kartago dihancurkan oleh Romawi pada 146 SM, wilayah ini berada di bawah kendali prokonsularis Romawi di Afrika. Dari sekadar protektorat, Libya kemudian menjadi sebuah provinsi penuh Romawi dengan nama Tripolitania yang dalam bahasa Latin berarti tiga kota.
Di bawah kekuasaan Romawi, dari abad kelima SM hingga abad kedua SM, Tripoli menjadi kota pelabuhan dan kota perdagangan yang penting. Minyak zaitun, gandum, anggur, dan budak dikirim dalam jumlah besar melalui kota ini menuju Roma. Peninggalan bangsa Romawi di kota ini berupa kubah untuk menghormati kaisar Markus Aurelius.
Tripoli tak hanya menjadi provinsi Romawi, namun juga memainkan peran penting dalam perpolitikan. Vespanius merupakan senator pertama dari Afrika Utara yang berhasil menjadi kaisar Romawi pada 69 M. Kemudian, pada 193 M, Septimius Severus yang keturunan Fenisia dan lahir di Leptis Magna, sekitar 120 kilometer sebelah timur Tripoli, juga menjadi kaisar Romawi.
Pada pertengahan abad kelima M, kekaisaran Romawi berada pada ujung keruntuhannya akibat konflik dan perpecahan politik. Saat itulah, kaum Vandal, sebuah suku Jermania yang berdiam di Jutland (Denmark), mulai merajalela di seluruh Eropa. Di Spanyol, kaum Vandal yang mendapat perlawanan dari penguasa Romawi dan Visigoth, memutuskan untuk menrebut pro vin si makmur milik Romawi di Afrika Uta ra.
Pada tahun 429 M, Raja Gaiserik mengirimkan pasukan Vandal menyeberangi Selat Gibraltar. Satu persatu kota-kota Romawi di Afrika Utara dijarah. Vandal menguasai Tripolitania lebih dari 100 tahun sebelum akhirnya Kerajaan Romawi Timur atau Bizantium merebutnya kembali pada 533 M. Namun, Tripolitania sudah telanjur lumpuh dijarah Vandal hingga kemudian tentara Arab melintasi Afrika Utara pada abad ke-7.
Masuknya Islam Adalah panglima Amr Ibn al-Ash yang memimpin pasukan Arab menjelajahi Afrika Utara setelah sebelumnya me rebut Mesir dari tangan Bizantium. Di bawah perintah Khalifah Umar Ibn al- Khattab di Madinah, pasukan Amr berhasil menguasai Sirenaika pada 642 M.