Rabu 05 Sep 2012 02:06 WIB

Biaya Hidup Makin Tinggi, Beginilah Reaksi Warga Palestina

Para warga Palestina di Gaza. Mereka bertahan dan bertekad tak meninggalkan negaranya
Foto: Sahabat Al Aqsha
Para warga Palestina di Gaza. Mereka bertahan dan bertekad tak meninggalkan negaranya

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH---Peningkatan biaya hidup di Tepi Barat telah mendesak Romel as-Swaiti, blogger Palestina dari satu desa di dekat Nablus, menjadikan laman Internetnya untuk membicarakan masalah itu dengan menyiarkan gambar mengenai dia pergi kerja naik keledai.

Ia menulis di akunnya di jejaring sosial Facebook bahwa ia terpaksa pergi kerja dari rumahnya di desa Howara di Kota Nablus, yang berjarak sekitar 11 kilometer, dengan menunggang keledai sebagai pengganti mobil atau bus. Penyebabnya ialah tingginya biaya angkutan di Tepi Barat Sungai Jordan.

Kementerian Keuangan Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) secara resmi mengumumkan harga baru buat produk bahan bakar mulai September. Keputusan itu telah memicu gelombang protes dan kecaman yang berbarengan dengan peningkatan keluhan mengenai biaya hidup di daerah tersebut.

Departemen Urusan Bahan Bakar di Kementerian Keuangan Palestina mengumumkan harga gas masak akan naik 12 persen, bensin 6,12 persen dan bahan bakar diesel 2,9 persen. Tagihan energi di Tepi Barat merupakan seperempat dari penghasilan orang Palestina, demikian data statistik resmi.

Pasar Palestina mengalami pukulan akibat monopoli mengenai sumber impor. Rakyat Palestina, yang terutama mengandalkan sumber daya Israel, membayar Israel sebanyak 1,3 miliar dolar AS per tahun untuk impor produk energi.

As-Swaiti, yang memperlihatkan rekaman pendek video di akun Facebooknya mengenai dia menunggan keledai yang digantungi bel dalam perjalanan ke tempat kerja, memberitahu Xinhua ia bermaksud mengurangi pengeluaran hariannya, dan ia telah menarik perhatian orang di jalan di kota itu; pengemudi taksi menyapa dia dengan melambaikan tangan mereka dan menyampaikan solidaritas serta dukungan penuh buat dia.

"Itu adalah tindakan simbolis untuk memprotes tingginya biaya hidup, terutama harga bahan bakar, serta beban yang bertambah berat bagi rakyat Palestina --yang selalu menderita tanpa menerima peningkatan gaji mereka atau penghasilan mereka," kata as-Swaiti.

As-Swaiti, seorang wartawan, mengatakan ia memiliki dua pesan: Pertama ialah buat warga, untuk memberitahu mereka agar mengurangi biaya angkutan harian mereka guna menanggulangi beban yang bertambah; dan kedua ialah kepada pemerintah Palestina, guna menuntutnya mengembalikan produk kebutuhan pokok guna mengatasi biaya hidup yang tinggi.

Awal pekan ini, beberapa kota besar Tepi Barat menghadapi protes rakyat guna menentang biaya hidup yang tinggi, bersamaan dengan krisis keuangan parah yang dialami PNA. Menurut perkiraan resmi, anggaran PNA mengalami defisit lebih dari satu miliar dolar AS.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement