REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda), Soedirman, mengatakan jika angkutan dilarang maka yang dikorbankan adalah masyarakat menengah ke bawah. Angkot pada dasarnya merupakan angkutan di pinggir kota. Masyarakat, termasuk anak sekolah akan kebingungan.
Menurutnya, jika angkutan bus kecil dilarang, belum menjamin kesemrawutan di jalan akan hilang. Justru, tidak beroperasinya sejenis mikrolet akan mengubah paradigma masyarakat untuk berupaya membeli sepeda motor. Meski, sebenarnya secara ekonomi mereka belum siap. "Efeknya, jumlah sepeda motor akan meningkat," kata Soedirman, Selasa (4/9).
Sementara, penggantian dengan angkutan lainnya, seperti metromini tidak bisa diandalkan. Metromini atau kopaja yang merupakan jenis angkutan massal tidak bisa melewati jalan antar kampung atau jalan Kelas III dan IV. Dia mencontohkan ukuran bus sedang tidak bisa masuk jalan di lokasi tempat tinggalnya di Kelapa Gading.
Dia mengatakan, pemerintah harus tegas menegakkan aturan persyaratan angkutan umum harus berbadan hukum. Menurutnya, kalau memang tidak memenuhi persyaratan, angkot tidak boleh diberi izin jalan. Namun, di lapangan banyak yang mengajukan permohonan izin perorangan, bisa lolos.
Selain itu, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak dalam upaya penegakan disiplin berlalu lintas. Menurutnya, meskipun Organda melakukan sosialisasi atau pembinaan tidak akan digubris oleh anggotanya. Anggotanya lebih memilih menyelesaikan kepentingannya ke Dinas Perhubungan daripada melalui Organda terlebih dahulu. Karenanya, Organda tidak ada kemampuan untuk membantu pemerintah. “Fungsi Organda dikebiri,” kata dia.