Kamis 06 Sep 2012 16:55 WIB

Ragam Terapi Warisan Kedokteran Islam (3)

Rep: Desy Susilawati/Heri Ruslan / Red: Chairul Akhmad
Praktik kedokteran Islam tempo dulu (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Praktik kedokteran Islam tempo dulu (ilustrasi).

Kromoterapi

Kromoterapi merupakan metode perawatan penyakit dengan menggunakan warna-warna. Terapi ini merupakan terapi suportif yang dapat mendukung terapi utama.

Menurut praktisi kromoterapi, penyebab dari beberapa penyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna tertentu dari sistem dalam tubuh manusia.

Terapi ini ternyata juga dikembangkan Ibnu Sina. Avicenna sudah mampu menggunakan warna sebagai salah satu bagian yang paling penting dalam mendiagnosa dan perawatan.  Dalam “The Canon of Medicine”, Ibnu Sina mengungkapkan bahwa warna merupakan gejala yang nampak dalam penyakit.

Ia juga telah berhasil mengembangkan grafik hubungan antara warna dengan suhu tubuh dan kondisi fisik tubuh. Bahkan, Avicenna lebih lanjut membahas kekayaan warna untuk menyembuhkan dan pertama untuk membuktikan bahwa warna yang salah yang diusulkan untuk terapi dapat menyebabkan tidak ada respons dalam penyakit yang spesifik.

Hirudoterapi

Hirudoterapi merupakan terapi penyembuhan penyakit dengan menggunakan pacet/lintah sebagai obat untuk tujuan pengobatan, yang diperkenalkan Avicenna dalam karyanya The Canon of Medicine. 

Ibnu Sina juga mengenalkan penggunaan lintah sebagai perawatan untuk penyakit kulit. Terapi lintah menjadi salah satu metode yang disukai masyarakat Eropa pada abad pertengahan.

Dalam era lebih maju, pengobatan dengan lintah diperkenalkan oleh Abd-el-latif pada abad ke-12 M, yang menulis bahwa lintah dapat digunakan untuk membersihkan jaringan penyakit setelah operasi pembedahan.

Dia melakukannya, walaupun ia mengerti risiko menggunakan lintah. Ia memberikan saran untuk pasien bahwa lintah harus dibersihkan sebelum digunakan dan kotoran dan debu "yang melekat pada lintah harus dihilangkan" sebelum penggunaan.

“Abd-el-latif selanjutnya menulis bahwa setelah lintah menghisap darah keluar, garam harus diteteskan di bagian tubuh manusia,” jelas Nurdeen Deuraseh, dalam karyanya bertajuk “Ahadith of the Prophet on Healing in Three Things (al-Shifa’ fi Thalatha): An Interpretational of Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement