Kamis 06 Sep 2012 17:34 WIB

NU Pertimbangkan Penerapan Pajak Agar tak Dikorupsi

Rep: Indah Wulandari/ Red: Chairul Akhmad
Lambang NU.
Foto: Wordpress.com
Lambang NU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai civil society terbesar di Indonesia menanggapi serius terjadinya korupsi besar-besaran, termasuk diantaranya perpajakan.

Persoalan wajib tidaknya warga negara membayar pajak akan dibahas di forum bahtsul masail dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU mendatang.

 

"Persoalan ini kita angkat tidak lepas dari adanya fakta telah terjadi korupsi besar-besaran di sektor pajak. Apakah kita masih wajib membayar pajak atau tidak, itu akan kita bahas," ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siraj, Kamis (6/9).

 

Ditekankan oleh Kiai Said, jika pengelolaan dana dari pajak dilakukan dengan baik dan amanah, kewajiban membayar pajak wajib didukung. "Tapi jika ternyata dana dari pajak dikorupsi? Itu nanti akan dirumuskan hukumnya oleh para ulama," tandasnya.

 

Diangkatnya isu sektor pajak sebagai bahasan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU, juga tidak terlepas dari keinginan para ulama NU untuk terwujudnya akuntabilitas pengelolaan dana publik yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan umat. 

 

Musyawaran Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU akan diselenggarakan di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-18 September mendatang.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dijadwalkan hadir dan menyampaikan Presidential Speech sehari sebelum penutupan. Sementara rangkaian kegiatan rutin tersebut sudah secara resmi diluncurkan pada Selasa (4/9) kemarin.

 

Berbagai persoalan akan dibahas dalam forum yang kedudukannya berada setingkat di bawah muktamar tersebut, dan diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran dari NU untuk Indonesia yang lebih baik.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement