REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Dampak musim kemarau yang melanda wilayah Kabupaten Semarang kian parah. Kekeringan terus mengancam produktivitas lahan pertanian warga.
Di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dampak musim kemarau kali ini sangat dirasakan warga Kecamatan Bancak. Total lahan kekeringan yang puso akibat kekeringan telah mencapai hampir 200 hektare.
Kondisi ini diakibatkan sejumlah embung yang ada mengalami kekeringan. Pasalnya sebagian besar lahan pertanian di kecamatan ini merupakan lahan pertanian tadah hujan.
“Praktis sejak hujan tak lagi turun –hampir setengah tahun ini—embung- embung di wilayah kecamatan ini tak berfungsi, karena tidak terisi air lagi,” ungkap Warseno (35), warga Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kamis (6/9).
Khusus di Desa Boto, jelasnya, hanya ada dua embung untuk mengaliri lahan pertanian warga. Namun embung- embung ini telah kehabisan air sejak dua bulan terakhir ini.
Berdasarkan data yang dihimpun pihak perangkat desa, lanjutnya, di Desa Boto sedikitnya ada 185 hektare lahan pertanian yang puso akibat kekeringan.
Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari tak sedikit petani yang beralih profesi. “Mereka terpaksa meninggalkan desa untuk bekerja serabutan di luar Kabupaten Semarang,” tegasnya.
Sumini (23) mengaku, suaminya untuk sementara mengadu nasib ke Semarang. Di ibu kota provinsi Jawa Tengah ini, suaminya terpaksa menjadi buruh kuli bangunan.
“Sejak embung- embung di desa mengering, hampir dua bulan terakhir, suami saya sudah pergi ke Semarang, agar tetap ada matapencaharian,” imbuhnya.
Gubernur Jawa Tengah, H Bibit Waluyo menegaskan, dampak musim kemarau tahun ini telah mengakibatkan sedikitnya 11 waduk kecil di Jawa Tengah tak berfungsi.
Seperti di daerah Wonogiri, Karanganyar serta Sragen. Meski begitu, Jawa Tengah tetap akan memulai musim tanam pertama pada Oktober mendatang dengan memanfaatkan ketersediaan air delapan waduk besar.