Kamis 06 Sep 2012 21:17 WIB

Pakar: Dakwaan kepada Miranda Lemah

  Terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom usai mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom usai mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menilai dakwaan kepada mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom lemah. Pasalnya, Chairul menilai dakwaaan tersebut kurang didukung alat bukti dan saksi.

Chairul menilai lemahnya dakwaan terhadap Miranda merupakan akibat dari adanya kesalahan konstruksi hukum dalam penanganan perkara tersebut. "Dari awal saya menduga konstruksi yang digunakan KPK hanya untuk menjerat penerima suap, bukan untuk menjerat pemberi suap. Sehingga ketika kasus ini bergulir menjerat pemberi suap, JPU (Jaksa Penuntut Umum) terlihat kewalahan melakukan pembuktian," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/9).

Menurut Chairul, lemahnya dakwaan terhadap Miranda antara lain bisa dilihat dalam dakwaan yang menyebut adanya pertemuan yang terjadi antara Miranda, Nunun Nurbaetie, dan beberapa anggota DPR, yakni Pazkah Suzetta, Hamka Yamdhu, dan Endin AJ Sofiehara. Pertemuan tersebut diakui Nunun dalam rangka pemenangan Miranda dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

Namun, menurut Chairul, dakwaan ini lemah karena tidak didukung saksi-saksi yang lain. Prinsip 'unus testis nullus testis', satu saksi bukan saksi, berlaku dalam konteks ini. Kalaupun ada saksi lain yang membenarkan adanya pertemuan itu, kata Chairul, JPU harus bisa membuktikan adanya perencanaan pemenangan Miranda berikut 'upah' yang akan diterima anggota DPR.

"Kalau tidak bisa dibuktikan, maka Miranda tidak bisa dijerat lewat dakwaan itu," kata Chairul, yang juga penasihat ahli Kapolri di bidang hukum.

Terkait keterangan saksi Agus Chondro yang mendengar dari Tjahjo Kumolo tentang suap yang dijanjikan Miranda, Chairul menilai itu merupakan kesaksian yang tidak memiliki kekuatan hukum karena dia dengar dari keterangan orang lain. "Kalaupun Tjahjo mengakui mendengar Miranda mengatakan itu, maka kesaksian itu pun harus diuji dan didukung oleh kesaksian lain," katanya.

Keterangan saksi Emir Moeis dalam persidangan Senin (3/9) yang mengakui ada pemberian suap sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dimenangkan Miranda juga dinilai Chairul tidak bisa dijadikan bukti hukum. Sebab keterangan Emir menurutnya bersifat pendapat, bukan keterangan saksi.

Di dalam sidang, Emir menerangkan ia memang diberi cek perjalanan oleh Dudhie Makmun Murod yang saat itu menjabat bendahara fraksi PDIP. Tapi cek tersebut dikembalikannya ke Panda Nababan yang menjabat sekretaris fraksi, karena ia menduga pemberian cek itu terkait dengan pemenangan Miranda, meski Panda mengatakan cek itu bukan dari Miranda.

Miranda didakwa secara bersama-sama dengan Nunun atau masing-masing bertindak sendiri menyuap anggota DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan dirinya sebagai Deputi Gubernur Senior BI dengan cek perjalanan senilai Rp20,8 miliar. Terkait perkara itu, Nunun telah divonis dua tahun enam bulan penjara karena terbukti sebagai penyuap.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement