REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Proses persidangan terdakwa penipuan dan penggelapan biaya untuk mengurus nomor polisi mobil mewah, Robin Ong, di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, berlangsung ricuh. Kericuhan ini dipicu majelis hakim yang mengabulkan penangguhan penahanan.
"Kami minta majelis hakim menjelaskan alasan penangguhan penahanan terhadap DPO Polda Metro Jaya," kata Robert, salah satu anggota Aliansi Pemuda Pembela Masyarakat Indonesia (APPMI), di ruang sidang PN Tangerang, Kamis.
Diluar sidang, ratusan massa APPMI memprotes keputusan majelis hakim yang menunda persidangan terhadap mantan salah satu koordinator Indonesia Police Watch (IPW) tersebut. Majelis Hakim, Toga Napitupulu menunda proses persidangan karena terdakwa beralasan sedang mendaftarkan pengacara agar mendampangi selama proses sidang.
Pengacara pelapor Samuel Bob Hansen, Ronny Talapessy menuturkan, terdakwa Robin Ong sengaja mengulur waktu proses persidangan. Ronny menuturkan, sebelumnya terdakwa telah menyatakan akan didampingi tim pengacara pada sidang sebelumnya, namun justru Robin Ong baru mendaftarkan pengacara pada sidang kali ini.
"Terdakwa seperti meremehkan persidangan. Seharusnya terdakwa sudah siap karena pada sidang sebelumnya terdakwa mengaku akan didampingi kuasa hukum pada sidang kali ini dan bisa dimanfaatkan terdakwa untuk menghilangkan barang bukti," ujar Ronny.
Robin Ong diduga terlibat kasus penipuan dan penggelapan uang Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil mewah milik Samuel Bob Hanses.
Penyidik kepolisian sempat menjemput paksa Robin Ong di rumahnya sekitar Kota Tangerang, Banten, Jumat (13/1), karena dia dua kali mangkir dari panggilan dan ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).Pihak kejaksaan juga sempat menahan Robin Ong yang tercatat mantan salah satu anggota IPW tersebut selama 20 hari sebelum masuk jadwal persidangan perdana di PN Tangerang.
Aksi protes anggota APPMI tersebut, membuat perangkat sidang seperti hakim, jaksa dan terdakwa menjadi khawatir, sehingga langsung meninggalkan ruang sidang.