Jumat 07 Sep 2012 15:40 WIB

Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin? (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah hadis pernah mengatakan, “Tidak akan berbahagia suatu kaum yang menjadikan wanita sebagai pemimpin mereka.”

Sebagian orang yang membela emansipasi wanita menolak hadis tersebut dengan alasan bertentangan dengan hadis yang berbunyi, “Ambillah sebagian agamamu dari Al-Khumaira (si Merah Muda, yakni Aisyah).”

Menanggapi hal ini, Syekh Yusuf Qardhawi dalam Fatwa Kontemporer-nya menegaskan, dalam membahas hal ini harus dibersihkan dari berbagai kepentingan-kepentingan politis. Kejahilan merupakan bencana besar. Dan akan menjadi bencana paling besar jika ia bercampur dengan hawa nafsu.

Firman Allah, “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun.” (QS. Al-Qashash: 50).

Karena itu, tidak mengherankan, mengingat banyaknya kejahilan yang bercampur dengan hawa nafsu—kalau hadis sahih ditolak, dan hadis mardud dianggap sahih.

Hadis pertama yang berbunyi “Tidak akan berbahagia suatu kaum yang menjadikan wanita sebagai pemimpin mereka” adalah hadis sahih dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, yang mengatakan, "Ketika sampai berita kepada Rasulullah SAW bahwa penduduk Persia telah mengangkat putri Kisra Persia untuk menjadi raja mereka.

Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menjadikan wanita sebagai pemimpin mereka.” (HR Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, dan Nasa'i).

Para ulama di semua negara Islam telah menerima hadis ini dan menjadikannya dasar hukum bahwa seorang wanita tidak boleh menjadi pemimpin laki-laki dalam wilayah kepemimpinan umum.

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement