REPUBLIKA.CO.ID, Al-Ghazali merupakan tokoh penentang dan penyanggah falsafa (filsafat Islam) yang paling brilian.
Oliver Leaman dalam “Pengantar Filsafat Islam” menulis bahwa Al-Ghazali seringkali menyerang para filsuf dengan dasar argumen yang mereka pergunakan sendiri, sambil menyampaikan pendapatnya secara filosofis dengan menyatakan bahwa tesis-tesis utama mereka adalah tidak benar dilihat dari sudut-sudut dasar logika itu sendiri.
Sebagai contoh, dalam bukunya “The Incoherence of the Philosophers” (Tahafut al-Falasifah), Al-Ghazali membentangkan dua puluh pernyataan yang ia coba buktikan kesalahannya.
Tujuh belas di antaranya menimbulkan bid’ah karena dianggap menyimpang dari ajaran yang asli, yakni Alquran. Dan tiga di antaranya benar-benar membuktikan apa yang ia kategorikan sebagai orang yang tidak beriman, bahkan dengan tuduhan yang lebih berat lagi.
Mengenai pandangan yang keliru dari para filsuf ini, Al-Ghazali mengungkapkan pendapatnya sebagaimana ia paparkan dalam bukunya yang berjudul “Munqidh min adh-Dhalal” bahwa kekeliruan para filsuf terdapat dalam ilmu-ilmu metafisik.
Karena ternyata mereka tidak dapat memberikan bukti-bukti yang pasti menurut persyaratan yang mereka perkirakan ada dalam logika. Maka, dalam banyak hal mereka berbeda pendapat dalam persoalan-persoalan metafisik. Ajaran Aristoteles tentang masalah-masalah ini, sebagaimana yang dilansir oleh Farabi dan Ibnu Sina, mendekati inti pokok ajaran filsafat Islam.
Salah satu filsuf Muslim yang mendapat kritikan dari Al-Ghazali adalah Ibnu Rusyd. Menurut Leaman, silang pendapat antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd sangat menarik karena argumen-argumen yang disampaikan oleh keduanya selalu melahirkan masalah-masalah khusus yang bersifat kontroversial. Contohnya adalah perdebatan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd tentang penciptaan alam.