REPUBLIKA.CO.ID, MESIR - Presiden Mesir Mohammed Mursi berkata dalam Konferensi Liga Arab bahwa perubahan pemerintah dibutuhkan oleh Suriah, dan waktu tidak boleh disia-siakan sebab menyangkut reformasi. "Semuanya sudah berlalu, dan sekarang saatnya untuk perubahan," kata Morsi, Rabu (5/9) lalu.
Dia mengatakan kuartet negara-negara regional, yakni Arab Saudi, Iran, Turki, dan Mesir akan bertemu untuk membahas krisis di Suriah yang sudah dimulai sejak 17 bulan lalu. Krisis yang diawali dengan pemberontakan tersebut kini sudah berubah menjadi perang saudara dengan pejuang oposisi yang ingin menjatuhkann Bashar Al-Assad dari kekuasaannya.
"Mesir sudah memberitahukan tentang pertemuan dengan negara kuartet," lanjut Morsi dalam pertemuan dengan menteri luar negeri Arab, namun tanpa memberikan rincian lebih lanjut dalam pertemuan tersebut. Komentar Morsi ini senada dengan pidatonya dalam KTT Non-Blok (NAM) gerakan di Teheran, Iran.
Ia menyebut kewajiban etis untuk mendukung rakyat Suriah terhadap 'rezim yang menindas' di Damaskus. Dia mengatakan Assad harus belajar dari sejarah dan mundur sebelum terlambat, mengingat nasib rezim otoriter di Tunisia, Libya, Mesir dan Yaman yang sebelumnya digulingkan oleh pemberontakan Arab.
"Rezim Suriah masih kesempatan untuk mengakhiri pertumpahan darah," lanjut Morsi. Jangan sampai mengambil langkah yang tepat diwaktu yang salah karena akan menjadi satu langkah yang salah.
Murzi mengatakan bahwa konflik berdarah yang terjadi di Suriah menjadi tanggung jawab dari Mesir. "Kami tidak bisa tidur sementara darah terus ditumpahkan di Suriah," katanya. Dia meminta menteri luar negeri Arab untuk mencarikan solusi dan menyelesaikan tragedi di Suriah. Jika bukan Mesir yang bergerak, dunia pun tidak akan bergerak dengan serius.