REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota DPR RI, Permadi Satrio Wiwoho, mengklaim amandemen UUD 1945 oleh MPR pada 1999 hingga 2002 tidak sah. Menurut dia, proses amandemen konstitusi tersebut menyalahi prosedur.
"Berdasarkan ketetapan MPR, amandemen dilakukan secara adendum. Tapi pada praktiknya, pasal-pasal dalam UUD 1945 dirombak besar-besaran," kata dia di sela Pertemuan Lintas Generasi ke-III di Tugu Proklamator, Jakarta, Sabtu (8/9).
Ia menambahkan, proses amandemen dari tahap pertama hingga tahap keempat dilakukan secara serampangan. Pasal-pasal yang mudah dikedepankan di tahap awal, sedangkan pasal-pasal yang sulit ditangguhkan di tahap akhir.
"Padahal, 37 pasal dalam UUD 1945 disusun secara berkesinambungan," tegasnya.
Selain itu, lanjut Permadi, Ketua MPR selama masa sidang amandemen 1999-2002 juga tidak menawarkan persetujuan terlebih dahulu kepada peserta sidang.
"Ada kecurangan dari ketua. Persetujuan tidak ditawarkan. Langsung main ketok palu begitu saja," paparnya.