REPUBLIKA.CO.ID, Para muhaqqiq (ulama pembuat ketetapan) mengatakan bahwa sikap berhati-hati itu terpuji dan tergesa-gesa itu tercela.
Ada tiga syarat yang menjadi tercelanya suatu ketergesa-gesaan. Pertama, perbuatan yang dilakukan bukan berupa ketaatan kepada Allah. Kalau termasuk ketaatan, maka yang baik adalah segera melaksanakannya, sebagaimana diperintahkan Allah.
Sa’ad bin Abi Waqash meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Perlahan-lahan dalam segala hal itu baik kecuali dalam melakukan amal untuk akhirat.” (HR Abu Daud dan Baihaqi dalam “Syu’abul Iman”, dan Al-Hakim).
Seorang saleh yang sedang berada di kamar kecil (wc) memanggil dan menyuruh anaknya untuk bersedekah kepada si Fulan. Si anak menjawab, "Mengapa engkau tidak bersabar dulu hingga engkau keluar dari kamar kecil?”
Dia menjawab, ”Niat itu datang padaku sekarang dan aku ingin segera melaksanakannya. Aku tidak dapat menjamin apakah niatku akan berubah atau tidak."
Ali RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, ”Wahai Ali, ada tiga perkara yang tidak boleh engkau tunda-tunda, yaitu shalat apabila telah tiba waktunya, jenazah apabila sudah hadir, dan wanita apabila telah mendapatkan jodoh yang cocok." (HR Tirmidzi).
Hadis tersebut kemudian mengilhami sebuah cerita yang diriwayatkan oleh Ibnu Duraid dan Al-Askari. Dikisahkan bahwa pada suatu hari ketika sedang berada di samping Ahnaf bin Qais, Muawiyah berkata. “Tidak ada sesuatu pun yang dapat memalingkan orang dari sikap perlahan-lahan.”
Lalu Ahnaf menyahut, "Kecuali pada tiga perkara, yaitu engkau bergegas melakukan amal saleh sebelum ajalmu tiba, bergegas mengeluarkan pengumuman kematian orang yang kamu tangisi (agar jenazahnya segera diurus), dan menikahkan anak perempuan bila telah mendapatkan jodoh yang sesuai.”
Kemudian ada seorang laki-laki yang menimpali, "Sebetulnya kita tidak memerlukan hal itu kepada Ahnaf.”
Ahnaf bertanya, "Mengapa?”
Dia menjawab, "Karena di sisi kita ada riwayat dari Rasulullah SAW” Lalu dia menyebutkan hadis yang tersebut di atas.