REPUBLIKA.CO.ID, Al-Ghazali meriwayatkan dari Hatim Al-Asham yang berkata, "Tergesa-gesa itu dari setan kecuali pada lima perkara yang merupakan sunnah Rasulullah SAW, yaitu, memberi makan orang miskin, mengurus jenazah, mengawinkan anak gadis, melunasi utang, dan bertobat dari dosa."
Pernah ada orang berkata kepada Abul Aina, "Janganlah Anda tergesa-gesa, karena tergesa-gesa itu dari setan!”
Lalu dia menjawab, "Kalau memang demikian, niscaya Musa tidak akan berkata, “... dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau ridha kepadaku.” (QS.Thaha: 84).
Kedua, perbuatan tersebut dilakukan tanpa melalui perencanaan dan pertimbangan yang mantap.
Adapun jika sebelumnya dilakukan berbagai pertimbangan yang mantap dan usaha-usaha pendahuluan lainnya seperti melakukan pengkajian, riset, istikharah, serta musyawarah, maka tidak ada alasan lagi untuk menundanya. Dan berlambat-lambat dalam hal ini justru menjadi tercela.
Memang segala perbuatan yang melebihi batas adalah tidak baik, begitu pula sebaliknya. Karena itu, ada ungkapan, "Janganlah tergesa-gesa seperti tergesa-gesanya orang yang ketakutan (yang lari tunggang langgang), dan jangan pula berlambat-lambat seperti lambatnya orang yang ketakutan (yang terus berhenti dan tidak berbuat apa-apa)."
Seorang penyair berucap, “Jika engkau punya pendapat mantapkanlah hati engkau. Karena rusaknya pendapat seseorang disebabkan selalu ragu dan bimbang.”
Dalam Alquran disebutkan, "... dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal.”(QS. Ali Imran: 159).
Ketiga, perbuatan (ketergesa-gesaan) tersebut dilakukan karena terlalu khawatir akan cepat hilangnya suatu kesempatan (padahal, waktunya cukup banyak untuk berbuat lebih hati-hati). Lain hal jika pekerjaan yang dilakukan sangat terbatas waktunya, ia tidak boleh menunda-nundanya. Sebab jika menundanya, ia akan menyesal, sebab seperti kita ketahui bahwa penyesalan akhir tidak berguna.