REPUBLIKA.CO.ID, LONDON---Coldplay, Rihanna dan Jay-Z turut menutup pergelaran krida Paralimpiade London, Minggu waktu Inggris, dalam acara yang disebut telah mengubah prilaku manusia terhadap para penyandang cacat.
Coldplay yang berasal dari Inggris ini membuka acara penutupan berisi lagu dan tari selama tiga jam ini disaksikan oleh 80.000 penonton di stadion dan sekitar 4.200 atlet penyandang cacat di bawah bayangannya meredupnya api Paralimpiade.
Pergelaran berjudul "Festival of the Flame" didedikasikan untuk para seniman, pelaku budaya, dan musik serta merupakan perjalanan melalui penampilan musik dan tari, kata sutradara acara Kim Gavin seperti dikutip AFP.
Penyelenggara mengklaim Paralimpiade kali ini adalah yang terbesar dan termegah dalam 52 tahun sejarah Paralimpiade yang diperansertai oleh para atlet dari lebih dari 160 negara, termasuk Korea Utara yang baru pertama kali mengikuti Paralimpiade.
Ketua Penyelenggara Sebastian Coe menyebutkan bahwa 2,7 juta tiket telah terjual, sedangan venue-venue selalu dijubeli penonton. Coe juga mengatakan Paralimpiade ini sebagai platform globa untuk turnamen bagi penyandang cacat sekaligus mengubah persepsi orang kepada para penyandang cacat.
"Saya sungguh merasakan bahwa kami telah menciptakan efek luar biasa besar dalam mengubah prilaku publik," katanya dalam jumpa pers seperti dikutip AFP.
"Saya pikir orang tak akan lagi menyaksikan hal seperti ini nanti. Saya kira orang tak akan lagi melihat para penyandang cacat seperti dulu. Kami berbicara soal apa yang kita bisa, bukan apa yang kita tidak bisa."
Sebelum penutupan digelar, pelari berkursi roda Inggris David Weir meraih emas keempatnya pada nomor maraton yang diadakan di jantung kota London.
Australia mengalahkan Kanada pada rugby kursi roda untuk meraih emas, sedangkan Rusia membalas tetangganya Ukraina dalam cabang sepakbola setelah empat tahun lalu kalah dari negara sama di Paralimpiade Beijing.
Atlet Paralimpiade paling menarik perhatian mengakhiri program trek dan lapangan dengan memenangi emas 400 meter.
"Saya kira orang akan bercermin ke Paralimpiade ini dan untuk pertama kalinya, yakin seyakin-yakinnya bahwa olahraga Paralimpiade bukan semata inspiratif, tapi juga inti dari olahraga," kata Pistorius. "Turnamen ini penuh kejayaan, kadang diliputi kekecewaan, tapi itulah yang kita alami di olahraga."
Pada 2005, London ditunjuk menjadi tuan rumah Olimpiade dan Paralimpiade 2012 di bawah kekhawatiran keamanan dan pembiayaan yang diiperkirakan sangat mahal. Tapi efisiensi yang dilakukan Inggris telah menepis semua kekhawatiran itu.
Presiden Komite Paralimpiade Internasional, Philip Craven, mengatakan bahwa tantangannya adalah meneruskan kesuksesan di London ke perhelatan serupa di Rio de Janeiro, Brazil, pada 2016.
"Kami harus benar-benar mengonsentrasikan diri untuk mengundang sebanyak mungkin negara pada Paralimpiade," kata Craven.
Sementara Eva Loeffler, anak perempuan dari neurolog Jerman berdarah Yahudi, Ludwig Guttmann, yang mengorganisasikan Paralimpiade pertama di Inggris selatan pada 1948, juga mengatakan masih dibutuhkan kerja lebih keras sejak dia mengorganisasikan Paralimpiade pertama.
"Kita belum sampai ke sana. Ada satu jalan ke sana," kata Loeffler sembari mengatakan masih diperlukan lebih banyak negara untuk berpartisipasi di Paralimpiade.
"Saya kira semakin banyak yang mengakui bahwa para penyandang cacat adalah manusia juga," sambungnya seperti dikutip AFP.