REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyidikan kasus proyek yang diduga fiktif PT Chevron berjalan di tempat. Penyidik Kejaksaan Agung beralasan masih mendalami penyidikan sehingga belum juga sampai ke penuntutan.
"Chevron masih dipertajam," papar Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Arnold Angkouw, di Jakarta, Senin (10/9).
Pihaknya masih belum puas dengan hasil penyidikan saat ini sehingga masih ada beberapa hal yang harus didalami. Namun, pihaknya enggan menyebutkan lebih lanjut apa saja yang didalami, karena hal itu bagian dari penyidikan.
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, enam dari PT Chevron Pacipic Indonesia (CPI), masing-masing Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah, Endah Rubiyanti, dan Alexiat Tirtawijaya. Dua tersangka lainnya dari rekanan, yakni Herlan Dirut PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri dari PT Green Planet Indonesia.
Namun, semua tersangka proyek penormalan tanah akibat limbah penambangan minyak yang dilaksanakan PT SJ dan PT GPI sejak tahun 2006 hingga 2011 yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp 200 miliar ini, tidak ditahan sejak diperiksa pertama kali. Mereka hanya dikenakan status cegah ke luar negeri, kecuali Alexiat Tirtawijaya yang masih di Amerika Serikat.
Kasus ini berawal dari perjanjian antara BP Migas dengan PT Chevron. Pada perjanjian itu ada bagian yang mengatur biaya untuk melakukan remediasi atau cost recovery. Remediasi yang seharusnya dilakukan selama perjanjian berlangsung, ternyata tidak dilaksanakan dua perusahaan swasta yang ditunjuk Chevron, yaitu PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya.
Sedangkan anggaran untuk proyek remediasi atau cost recovery sudah dicairkan BP Migas sebesar US$23 juta atau sekitar Rp 200 miliar.