Selasa 11 Sep 2012 07:49 WIB

Presiden Dinilai Gagal Tuntaskan Kasus Munir

Seorang peserta aksi dari Sahabat Munir membawa poster saat menggelar aksi peringatan 7 tahun Munir di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (7/9). (Republika/Wihdan Hidayat)
Seorang peserta aksi dari Sahabat Munir membawa poster saat menggelar aksi peringatan 7 tahun Munir di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (7/9). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Amnesty Internasional menilai Indonesia, khususnya pihak berwenang termasuk Presiden gagal dalam tes untuk menuntaskan kasus Munir, setelah delapan tahun kematian aktivis HAM Indonesia itu.

Pihak berwenang Indonesia harus menjamin akuntabilitas penuh atas pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib (Munir), ujar Campaigner - Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict Selasa (11/9).

Menurut Josef Roy Benedict, kegagalan membawa mereka yang bertanggungjawab ke hadapan hukum delapan tahun setelah kematian Munir menimbulkan kekhawatiran terhadap kemauan Indonesia menuntaskan kasus itu dan memberantas impunitas yang tetap langgeng di Indonesia.

Dikatakannya pada 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan penyelesaian kasus pembunuhan Munir akan menjadi "tes sejarah kita" dalam konteks proses reformasi demokrasi Indonesia. "Delapan tahun setelah kematian Munir, pihak berwenang Indonesia, termasuk Presiden, gagal dalam tes tersebut," katanya.

Oleh karena itu, Direktur Amnesty menulis kepada perwakilan pemerintah Indonesia agar menyerukan kepada Kepala Kepolisian dan Jaksa Agung untuk melakukan penyelidikan baru yang independen atas kasus pembunuhan Munir dan membawa pelaku di semua tingkatan ke hadapan hukum sesuai dengan standar HAM internasional.

Mereka juga menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk secepatnya mempublikasikan laporan tim pencari fakta 2005 sebagai langkah kunci dalam membongkar kebenaran atas kasus pembunuhan Munir.

Munir ditemukan meninggal pada penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Belanda 7 September 2004. Hasil otopsi yang dilakukan pihak berwenang Belanda menunjukkan akibat keracunan arsenik.

Walaupun tiga orang telah dijatuhi hukuman pidana karena terlibat dalam pembunuhan itu, ada dugaan kuat mereka yang bertanggungjawab memerintahkan pembunuhan tersebut masih bebas.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement