REPUBLIKA.CO.ID, Bentuk pelengkung segitiga seperti itu terdapat pula pada mihrab, meskipun tanpa kolom, dinding bagian dalam pintu masuk, jendela, dan lain-lain.
Pada jendela, bagian pelengkung ini dihias dengan kaca patri beraneka warna berpola geometris nonfiguratif.
Plafon ruang shalat utama melengkung seperti kebanyakan bangunan ibadah pada zaman Byzantine (abad ke-4 hingga 15 M).
Pada bagian agak ke depan, pertemuan antara pelengkung membujur dan melintang dan pintu-pintu masuk samping terdapat sebuah kubah yang merupakan kubah agung atau kubah besar utama di antara kubah-kubah kecil lainnya yang berjumlah 38 buah.
Kubah besar utama itu melengkung agak mengecil pada bagian bawah seperti bawang, bentuk yang banyak digunakan pada bangunan masjid kuno di India dan bangunan ibadah dari zaman Byzantine. Kubah ini memiliki tinggi 48 meter dan dilapis dengan emas 24 karat. Pada titik puncaknya diberi hiasan runcing replika payung kerajaan yang tertutup.
Struktur bangunan kubah terbuat dari jaring-jaring fibreglass dihias kaca patri berwarna-warni sebagai penutupnya. Sehingga, cahaya matahari yang masuk dari jendela pada dinding silindris memberi efek pemandangan yang indah dari pola kaca patri tersebut.
Sebuah lampu gantung berukuran besar (chandelier) tergantung di langit-langit kubah. Chandelier yang materialnya dibuat di Inggris itu dirancang sendiri oleh Sultan Haji Omar Ali Saifuddin.
Selain itu, penerangan juga terdapat pada kolom-kolom berderet di sisi kiri-kanan ruang, dengan lampu dinding terbuat dari bahan kuningan dan kaca kristal. Lampu-lampu dinding ini juga menerangi tulisan kaligrafi surah-surah pendek yang menghiasi ruang dalam masjid.
Selain kaligrafi, hiasan lainnya yang paling banyak terdapat dalam masjid adalah pola rawai lidah api corak khas Brunei. Di sana terdapat pula kaca timbal atau kaca patri dengan corak geometris nonfiguratif pada jendela yang setiap sisinya diberi bingkai tembaga. Semua dekorasi itu membuat bagian interior masjid itu begitu menawan.