REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Bagi Muslim Hispanik keputusan mereka memeluk Islam memiliki konsekuensi besar. Mereka menjadi minoritas dari kelompok minoritas. Namun, konsekuensi itu justru memperkuat keimanan mereka.
Kalene Santana, 19 tahun, imigran dari Puerto Rico, mengakui awalnya sulit menjadi Muslim. Terbiasa hidup dalam lingkungan Katolik yang kuat dan gaya hidup serba bebas, Kalene harus menjadi sosok manusia yang displin ketika menjadi Muslim.
"Aku telah menerima konsekuensi ini dengan segenap jiwaku. Apapun tantangannya, aku bangga menjadi Muslim dan keturunan hispanik," kata dia seperti dikutip huffingtonpost.com, Rabu (12/9).
Beruntung bagi Kalene, Allah SWT mengirimkan Oliveras Delma, sahabatnya yang juga mualaf. Bersama Zainab Ismail, demikian nama baru Oliveras, Kelene kian mudah mempelajari Islam.
Ismail memeluk Islam ketika berusia 15 tahun. Saat itu, ia bertemu dengan seorang Lebanon yang memperkenalkan dirinya kepada Islam dan Alquran. Awalnya, Ismail merasa acuh dengan perkenalan itu. Sebab, ia sudah meyakini Katolik adalah pilihan yang benar.
"Aku mengakui bahwa keterikatanku pada gereja tidak menjamin diriku dekat dengan Tuhan. Aku begitu rindu pada-Nya, dan Islam memenuhi kerinduanku," kata dia sembari meneteskan air mata.
Ismail mengaku sempat kesulitan ketika mempelajari bagaimana shalat, puasa dan ibadah lainnya. Berkat dorongan pamannya yang lebih dulu memeluk Islam, ia secara perlahan terbiasa menjadi Muslim. "Agama ini begitu displin. Aku semakin kagum dengan agama ini," kata dia.
Lanjut ke Inilah Tantangan yang Menguji Muslim Hispanik (2)