REPUBLIKA.CO.ID, Bermula dari keprihatinan terhadap kondisi Muslim di Mewat—sebuah dataran tinggi Gangetic di India Utara—yang telah jauh dari ajaran Islam, Syekh Maulana Muhammad Ilyas (1885-1944) tergerak untuk berdakwah.
Ia mencoba memperbaiki kehidupan beragama umat yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Gerakan dakwah yang dirintisnya itu kemudian dikenal dengan nama Jamaah Tabligh.
Para sejarawan meletakkan awal mula kemunculan gerakan dakwah itu antara abad ke-12 dan ke-13 M, yang merupakan fase pembentukan pemerintahan Muslim di India.
John L Esposito dalam “Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern”, memaparkan, ketika Syekh Ilyas memulai gerakan keagamaannya di Mewat, kebanyakan orang Meo adalah Muslim, namun jauh dari ajaran Islam.
Orang-orang Meo lebih banyak menjalankan praktik sosial-religius kepercayaan Hindu, daripada agama yang dipeluknya, yakni Islam.
Langkah awal gerakan Jamaah Tabligh yang dirintis Syekh Maulana Ilyas adalah membentuk suatu jaringan sekolah-sekolah agama berbasis masjid. Tujuannya untuk mendidik kaum Muslim setempat tentang keimanan dan praktik Islam yang benar. Ratusan sekolah agama pun berdiri dalam waktu singkat di kawasan Mewat.
Upaya itu, menurut Esposito, dinilai Syekh Maulana Ilyas hanya menghasilkan "fungsionaris agama", bukan menghasilkan pengkhutbah yang mau pergi dari pintu ke pintu dan mengingatkan orang akan tugas-tugas keagamaan mereka.
Sejak saat itu, Syekh Maulana Ilyas hijrah ke Basti Nizamuddin—alun-alun lama Kota Delhi—guna memulai misi dakwahnya dengan cara khutbah keliling.
Gerakan tabligh melalui khutbah keliling itu mulai diluncurkan secara resmi pada 1926 dari wilayah Basti Nizamuddin.