REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Australia menghadapi gugatan kompensasi dari dua remaja Indonesia. Keduanya ditahan di penjara orang dewasa saat menunggu proses pengadilan dengan tuduhan menyelundupkan pencari suaka.
Kedua remaja itu mengaku masih berusia 14 dan 15 tahun ketika ditahan pemerintah Australia. Penahanan dilakukan setelah kapal pencari suaka yang mereka tumpangi dicegat pihak berwenang Australia di lepas Pulau Ashmore Februari tahun lalu.
Keduanya adalah anak buah kapal yang membantu pelayaran kapal bermuatan pencari suaka ke Australia.
Peter O'Brien, salah satu pengacara mereka, mengatakan, Polisi Federal Australia (AFP) hanya mengandalkan analisis sinar-X untuk menentukan umur mereka. Pihak AFP kemudian mengenakan dakwaan atas mereka sebagai orang dewasa.
"Masalahnya yang mendasar dari kasus ini adalah, polisi mengandalkan apa yang diketahui sebagai bentuk teknologi yang tidak dapat diandalkan dalam menentukan usia," ujar O'Brien kepada program Australia Network, Newsline.
Seorang pengacara lainnya, Rebecca Dunlop, mengatakan, kedua remaja itu bahkan memberi nomor kontak keluarga mereka di Indonesia kepada pihak berwenang Australia, tapi tidak ditindaklanjuti. "Nampaknya AFP tidak menelepon sama sekali ke desa asal kedua remaja itu di Indonesia untuk memastikan usia mereka," katanya.
"Ketika kapal kedua remaja itu dicegat oleh pihak berwenang, mereka ditahan oleh Departemen Imigrasi dan kemudian dipindahkan dari Pulau Christmas ke Darwin," katanya.
Sebagai remaja di bawah umur, berdasarkan kebijakan Australia, keduanya seharusnya dikirim pulang. Tapi mereka malah dipindahkan lagi ke Sydney, dimana mereka dikenai tuduhan penyelundupan manusia dan terus ditahan.
Konsultan hukum O'Brien memutuskan untuk pergi ke desa asal kedua remaja itu untuk memperoleh bukti alternatif, selain analisis sinar-X yang digunakan untuk menentukan usia mereka.
Ketika bukti itu diserahkan kepada pihak berwenang, tuduhan atas mereka segera dicabut.
Tapi kedua remaja itu sudah berada dalam tahanan Australia seluruhnya 10 bulan, enam bulan diantaranya di penjara orang dewasa ketika menunggu diadili, termasuk di penjara Silverwater di Sydney.
Konsultan hukum O'Brien kini mengajukan gugatan kompensasi atas nama kedua remaja itu.
Sejumlah remaja Indonesia di bawah umur lainnya mendapatkan pengalaman serupa di Australia.
Lembaga Bantuan Hukum Victoria menyatakan sudah mulai memeriksa apakah ada kemungkinan untuk mengajukan gugatan kompensasi untuk tahanan asal Indonesia lainnya. "Mereka jelas berhak mendapat kompensasi," ujar O'Brien.
"Sulit diketahui dalam situasi seperti ini berapa nilainya. Tidak mungkin menentukan harga untuk sehari dalam penahanan bagi seorang anak di penjara orang dewasa."