REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK---Kota New York mengesahkan larangan terhadap para pedagang untuk menjual minuman berkadar gula terlalu tinggi dan mengancam denda sebesar 200 dolar AS (sekitar Rp 1,9 juta) kepada siapa pun yang melanggar peraturan tersebut.
Ketentuan tersebut muncul di tengah kontroversi menyangkut upaya pemerintah kota untuk mengurangi masalah kegemukan dan dampak-dampak mematikan dari kegemukan.
Dewan kesehatan kota -- yang dibentuk melalui penunjukan oleh wali kota -- melakukan 'voting' (pemungutan suara), dengan hasil 8-0 suara mendukung dan satu anggota menyatakan abstain.
Dengan hasil voting tersebut, dewan melarang penjualan minuman-minuman berkadar gula lebih dari 16 ons hampir di semua tempat penjualan, kecuali di supermarket dan warung.
Denda sebesar 200 dolar akan dikenakan terhadap mereka yang melanggar peraturan.
Larangan tersebut tidak termasuk minuman-minuman soda diet.
Para penentang menganggap pelarangan sebagai pelanggaran terhadap kebebasan pribadi dan menyebut Walikota New York Michael Bloomberg --yang mengajukan larangan itu pada Mei lalu-- sebagai pengasuh anak yang terlalu sombong.
Mereka bertekad akan melawan dan kemungkinan akan maju ke pengadilan untuk menghalangi atau membatalkan larangan tersebut, yang akan mulai berlaku pada Maret tahun 2013.
"Ini hal yang menyedihkan bahwa dewan (kesehatan kota) ingin membatasi pilihan kita," kata Liz Berman, pemilik perusahaan dan ketua New Yorkers for Beverage Choices, dalam sebuah pernyataan.
"Kita cukup cerdas untuk menentukan pilihan sendiri tentang apa yang kita makan dan kita minum."
Kepala Departemen Kesehatan Kota New York, Thomas Farley, menyebut pemberlakuan larangan tersebut sebagai langkah besar untuk menjadikan para warga New York lebih sehat.
Ia mengatakan langkah New York itu bukan tak mungkin akan diikuti di tempat-tempat lainnya di AS --dan bahkan di dunia-- seperti sebelumnya larangan penggunaan lemak tak jenuh serta larangan merokok di dalam ruangan, taman-taman dan pantai untuk umum.
"Ini adalah langkah bersejarah untuk mengatasi masalah kesehatan utama di masa ini," kata Farley dalam sebuah pertemuan, tak lama setelah pemungutan suara dilakukan.
Farley baru-baru ini mengatakan bahwa jika undang-undang tersebut dapat membuat seseorang "mengurangi satu minuman berkadar gula dari 20 ons menjadi 16 ons setiap dua minggu, para warga kota New York secara bersama-sama bisa mencegah kenaikan2,3 juta pound (1,04 juta kilogram) setiap tahunnya. Ini akan memperlambat wabah masalah kegemukan dan mencegah penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak perlu muncul."
Kelly Brownell, direktur Pusat Kebijakan Makanan dan Kegemukan Rudd Center di Universitas Yale, mengatakan tampaknya ada kemungkinan kota-kota lainnya di AS sekali lagi akan mengikuti langkah New York dan meniru ide larangan soal minuman berkadar gula terlalu tinggi --yang menuai kemarahan kalangan penentang dan karenanya meragukan kepemimpinan Walikota Bloomberg.
"Tampaknya hal ini tidak terlalu mengejutkan lagi. Kita perlu ada orang yang memulainya," kata Brownell kepada Reuters.
Kalangan penentang, yang menganggap bahwa larangan itu akan merugikan pengusaha kecil, mengutip jajak pendapat baru-baru ini oleh New York Times, yang melaporkan bahwa 60 prosen warga New York menganggap larangan tersebut sebagai ide buruk.
Namun, Departemen Kesehatan kota mengatakan, Kamis, sebagian besar dari tanggapan yang masuk --yaitu 32.000 dari hampir 39.000 komentar langsung maupun tertulis, mendukung pelarangan.
Menurut Organisasi Kerjasa sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), sekitar sepertiga warga Amerika mengalami kegemukan dan sekitar 10 prosen tagihan pelayanan kesehatan di AS berkaitan dengan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kegemukan, seperti diabetes Tipe 2, penyakit jantung dan darah tinggi.
OECD memperkirakan bahwa pada 2020, dua dari tiga orang di beberapa negara maju akan mengalami kelebihan berat badan atau kegemukan.