REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Staf Ahli Kepala UKP4, Yunus Husein, mengatakan whistle blower bukanlah pelaku kejahatan.
Sementara orang yang terlibat kejahatan tapi memberikan laporan, disebut justice collaborator. Sejauh ini, sebut dia, LPSK hanya punya satu ayat di pasal 10 UU-nya yang mengatur soal pelapor ini.
Terkait sistem whistle blower, Yunus mengingatkan faktor kerahasiaan adalah poin kunci. Dia pun menyarankan unit khusus dibangun untuk menerima dan menindaklanjuti laporan, sekaligus melindungi pelapor dalam mekanisme ini.
“Saran saya, unit tidak di bawah Ditjen Pemasyarakatan, untuk menghindari konflik kepentingan,” kata Yunus dalam acara Semiloka Kementerian Hukum dan HAM, yang berlangsung di Medan, Sumatra Utara, Jumat (14/9).
Menurut dia, kerahasiaan dan perlindungan pelapor harus dipastikan ada, tak boleh ada kebocoran yang dapat mengancam keselamatan pelapor. Namun, tambah dia, tindak lanjut atas laporan juga menentukan akan terus ada atau tidaknya laporan masuk.
Seminar dan semiloka juga menghadirkan narasumber lain. Yaitu Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala; dan Plt Kepala Biro Hukum KPK, Rooseno. Pelaporan berbasis whistle blower yang digarap melalui mekanisme online, adalah salah satu contoh praktik di KPK yang dapat menjadi acuan.